The Science of Getting Rich

ttps://estalinafebiola.com/the-science-of-getting-rich/

Penasaran sama buku legendaris yang menjadi dasar buku The Secret? Yuk kesini..

 

Kali ini gue iseng mau bahas soal buku yang baru aja gue baca yaitu The Science of Getting Rich karya Wallace Wattles. Menurut hasil googling yang gue lakuin sebelom nulis ini, sang penulis tersebut merupakan figur terkenal di zamannya karena buku – buku pengembangan diri yang dia ciptakan mampu menginspirasi banyak orang.

 

Alasan gue sendiri untuk kemudian baca buku The Science of Getting Rich sebetulnya bukan karena profil penulisnya tapi karena gue baru aja ikut seminar The Vibration Game yang diadakan oleh seorang trainer bernama Arif Rahutomo yang juga penulis buku ini. Setelah gue ikut seminar ini, sang trainer kasih gue flash disk. Salah satu isi folder yang ada di dalem flash disk tersebut yaitu terdapat audio book tentang The Science of Getting Rich ini.

Gue sendiri ngga dengerin audio book The Science of Getting Rich tapi gue cari e-book versi bahasa Indonesia. E-book ini ngga tebel, kurang dari dua ratus halaman, jadi bisa abis dalam sekali baca. Nah, biar ngga lupa gue mau sekalian review sambil jadiin catetan pribadi di blog.

 

Awal gue baca buku The Science of Getting Rich, gue merasa sangat tertarik dengan buku ini karena menyinggung tentang “bahan dasar” yang ada di alam semesta. Dimana si penulis percaya bahwa bahan dasar ini punya sifat berkelimpahan dan sebetulnya mengalir di dalam diri kita secara default, sehingga kita hanya perlu mengaktifkannya aja.

 

Tapi entah kenapa, di pertengahan buku ini gue merasa bosan banget baca buku..hehe. Gue pribadi merasa buku ini ngga to the point gitu, cuma mengulang – ngulang kata – kata estetis aja. Gue baru merasa semangat lagi pas baca buku ini bagian akhir – akhir buku karena mulai to the point.

 

Setelah gue baca buku ini sampai habis, ada beberapa hal yang gue merasa setuju dengan apa yang ada di dalem buku ini. Hal pertama yang gue setuju dari buku ini yaitu anjuran untuk terus berhubungan harmonis dengan “bahan dasar atau sumber asal” di semesta ini agar kita diizinkan untuk menjadi cara-Nya dalam mengekspresikan pertumbuhan atau kemajuan di dalam kehidupan ini.

 

Gue setuju sama pendapat penulis di atas karena mau bagaimana lagi kan, karena semua keajaiban dan kecerdasan sumbernya dari Tuhan, jadi kalau mau bertumbuh ya harus terhubung terus kan sama Tuhan. Ini gambaran paling ideal sih, tapi setidaknya meskipun belum mampu kayak gini, tapi setidaknya masih ada ingetnyalah ya..hehe.

 

Hal kedua yang gue setuju yaitu memberikan nilai yang lebih dan bermakna untuk setiap relasi yang kita lakukan dalam hidup. Hal ini bisa diaplikan untuk relasi di dalam pekerjaan, relasi pertemanan biasa, dan relasi dalam bentuk yang lainnya.

 

Contoh paling sederhanya untuk opini di atas yaitu misalnya job description seorang driver online adalah mengantar penumpang sampai ke tujuan, tapi driver yang baik akan dengan ringan tangan untuk membantu menaikkan dan menurunkan barang penumpangnya.

 

Tentunya menurut si penulis, hal ini dilakukan bukan sekedar agar mendapatkan keuntungan komersil atau keuntungan jangka pendek aja, tapi niatnya yaitu untuk mendapatkan peningkatan level kesadaran diri pribadi (rasa syukur atas kesempatan yang diberikan Tuhan untuk memberikan nilai lebih di kehidupan orang lain dan pekerjaan sebagai sumber penghidupan).

 

Hal ketiga yaitu rasa syukur yang ditekankan oleh si penulis sebagai rasa yang harus dimiliki dalam menjalankan keseharian kalau ingin sukses. Gue setuju, karena rasa syukur setidaknya bisa membuat beban hidup menjadi lebih ringan dan biasanya kalo gue perhatiin kehidupan orang lain yang gampang bersyukur, kebetulan – kebetulan yang menyenangkan itu biasanya banyak dateng ke kehidupan orang yang seperti ini.

 

Sekarang gue mau nulis tentang hal – hal yang gue ngga setuju sama penulisnya yaitu penulis bilang kalo berdoa ngga perlu setiap hari, yang penting kita selalu ingat atau terkoneksi dengan impian kita. Kalo menurut gue pribadi, gue kurang setuju sama hal ini. Alesannya kalo impian diinget – inget terus takutnya malah jadi terlalu melekat sama impian atau terlalu jadi nafsu. Dimana hal ini malah biasanya menjauhkan kita dari apa yang kita mau karena jadi terlalu ngotot.

 

Jadi untuk opini di atas, gue lebih setuju supaya ada di tengah – tengah aja, oke perasaan mau sama impian itu boleh – boleh aja, tapi ada dibarengin juga sama perasaan berserah biar ngga jatuh di feel melekat tapi tetep ada di feel memberdayakan diri.

 

Hal kedua dari opini penulis yang gue ngga setuju yaitu tentang kita ngga boleh merasa cemas atau takut dalam menjalani hidup. Menurut gue, perasaan ini kalau dalam kadar yang pas bisa memberdayakan alias membuat kita jadi waspada. Rasa waspada ini yang kemudian membuat kita mencari solusi kreatif untuk menyelesaikan permasalahan.

 

Hal ketiga yang gue ngga setuju yaitu opini penulis tentang kita harus beralih dari pemikiran yang kompetitif menjadi pemikiran yang kreatif. Gue ngga setuju karena menurut gue pribadi pemikiran kompetitif pun perlu untuk dimiliki selama kompetitif dalam koridor yang sehat, bukan yang negatif.

 

Contoh sederhana yaitu dalam case pemasaran. Untuk menang dalam memasarkan suatu brand, kita perlu untuk kenal siapa kompetitor kita dan mempelajari kompetitor. Berangkat dari hal tersebutlah kita punya kesempatan untuk menciptakan unique selling proposition kita sendiri sehingga brand kita mendapatkan peluang untuk memenangkan pasar, memberikan nilai lebih kepada konsumen, dan mendatangkan kesuksesan untuk pemilik brand.

 

Sedangkan kompetitif dalam koridor yang negatif, gue setuju kalo hal ini adalah yang tidak perlu dimiliki karena dalam praktiknya pasti banyak hal – hal yang harus dilanggar atau menyakiti orang lain. Ini kayaknya udah jelas banget, jadi kayaknya ngga perlu contoh ya..hehe.

 

Hal keempat yang gue ngga setuju dari penulis yaitu penulis menganggap beramal merupakan hal yang sia – sia karena hanya membuat orang tetap miskin karena terlena sehingga hal ini tidak memberdayakan. Gue kurang setuju dengan hal ini, selama beramalnya dilakukan dalam bentuk memberikan biaya kepada orang yang tepat agar orang tersebut mendapatkan pendidikan yang bermutu, menurut gue justru hal tersebut bisa digunakan untuk menjadi salah satu cara untuk orang tersebut memperoleh kehidupan yang lebih baik.

 

Dalam opini di atas, menurut gue penulis terlalu sempit memandang bahwa sedekah hanya dalam bentuk “umpan”, padahal sedekah juga bisa diberikan dalam bentuk “kail”. Dimana kail ini dapat dilakukan untuk memutus mata rantai dari kehidupan yang tidak memberdayakan.

 

Nah, itu tadi opini gue tentang buku ini. Setelah gue baca buku ini gue merasa buku ini adalah salah satu referensi yang dipakai oleh si trainer yang seminarnya gue ikutin itu, tapi si trainer ngga bener – bener plek ketiplek mengadopsi buah pikir dari si penulis ini.

 

Alasannya dari kesimpulan gue ini adalah karena di seminar tersebut hal yang lebih dipertegas adalah tentang kesadaran diri yang sebaiknya lebih banyak ada di level power. Kesadaran diri di level force dalam kadar yang pas ada gunanya tetapi tidak boleh berlebihan karena malah akan menarik hal – hal negatif untuk datang kepada kita.

 

Masih bingung kenapa si trainer yang ngga plek ketiplek mengadopsi buah pikir di buku ini tapi menyertakannnya dalam flash disk? Contohnya begini: memberikan nilai lebih kepada orang lain adalah salah satu hal yang diajarkan oleh si trainer. Alasannya perilaku ini pastinya dilandasi atas sikap bersyukur dan welas asih, dimana bagi si pelaku saat melakukan hal tersebut level kesadarannya ada di level power yang berpotensi menarik hal – hal baik kepadanya.

 

Tapi di seminar itu juga, si trainer menegaskan bahwa terkadang kita perlu untuk ada di level force tapi dalam kadar dan intensi yang pas, karena segala hal diciptakan oleh Tuhan berpasangan dan tentunya pasti ada manfaatnya.

 

Sekian review singkat tentang buku jadoel ini, mudah – mudahan bermanfaat 😊

 

Kalau kamu, apa opini kamu tentang buku legend ini?

Instagram

Tagged : / / /

10 thoughts on “The Science of Getting Rich

  1. Setuju dengan opini bahwa sedekah bisa diberikan dalam bentuk kail, agar orang yang menerima manfaat bisa lebih berdaya dengan segala kreativitasnya, tidak hanya berpangku tangan menerima sedekah.
    Keren, Kak Review-nya. lengkap Sekali

  2. Wah, buku yang cukup menarik ini. Saya setuju dengan ketidaksetujuan kakak dengan penulis buku.

    Seperti sedekah, kompetitif dan lainnya. Keren kak ulasannya, bisa membuka wawasan baru.

    Terima Kasih.

  3. Untuk poin-poin yang disetujui dan tidak disetujui, penulis saya juga setuju. Terlebih untuk poin yang menggambarkan sedekah dan doa gak harus setiap hari. Malah seperti menggambarkan bahwa penulis buku ini seperti punya jiwa agnostik. Beliau di Wikipedia termasuk penganut sosialisme kristen….
    hmm menarik baca biografi beliau lebih lanjut nih

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Visit Us On TwitterVisit Us On FacebookVisit Us On YoutubeVisit Us On Instagram