Mau rasain novel filsafat dengan aroma genre young adult romance?
Kali ini gue mau sharing tentang novel berjudul The Orange Girl yang baru aja selesai gue baca. Novel ini karya penulis Jostein Gaarder. Seperti biasa, Gaarder yang punya latar belakang karir sebagai guru filsafat di Swedia kali ini juga mengangkat tema yang terkait sama latar belakang karirnya itu.
Terus apa yang membuat gue memutuskan untuk membaca novel ini?
Sebetulnya alesan gue memutuskan untuk membaca novel ini adalah karena Gaarder termasuk penulis favorit gue. Gue penasaran pengen tahu, perenungan apalagi yang bakal dia kasih di novelnya kali ini. Apalagi kali ini Gaarder nyebut-nyebut tentang teleskop Hubble, pasti langsung kepikiran kan gimana misteriusnya alam semesta. Apalagi sih yang mau Gaarder ekpresiin di dalam novelnya kali ini yang merupakan interseksi antara filsafat dengan astronomi.
Lalu apa isi tentang novel ini?
Novel The Orange Girl secara garis besar bercerita tentang seorang ayah bernama Jan Olav yang menulis surat khusus untuk anaknya yaitu Georg Roed karena Jan Olav tahu bahwa dirinya menderita penyakit serius sehingga hanya memiliki waktu yang sangat sedikit sekali untuk bisa hidup di dunia ini. Jan Olav sadar bahwa dia tidak dapat melaksanakan tugasnya dengan baik yaitu menjadi pembimbing kehidupan bagi Georg Roed. Untuk itu, dia memutuskan untuk menulis hal-hal yang dia anggap penting untuk diketahui dan direnungkan di dalam sebuah surat agar Georg Roed dapat menjalani hidupnya dengan baik setelah membaca surat tersebut.
Kemudian surat tersebut pun disimpan oleh Jan Olav di tempat yang khusus dan tidak ada yang pernah mengetahuinya selain dirinya sendiri. Jan Olav hanya memberi petunjuk bahwa tidak ada seorang pun yang boleh membuang kereta dorong milik Georg Roed kecil. Singkatnya, surat tersebut ternyata tersimpan di salah satu bagian dari kereta dorong tersebut. Singkatnya, surat tersebut ditemukan secara tidak sengaja oleh nenek Georg Roed. Nenek Georg Roed kemudian langsung memberikannya kepada Georg Roed karena mengetahui dari amplop surat tersebut yang tertulis kata-kata “Untuk Georg”.
Bagian-bagian awal saat membaca surat Jan Olav, Jan Olav tidak serta merta langsung ‘menyuntikan’ pemahamannya kepada Georg Roed. Jan Olav terlebih dahulu menceritakan tentang dirinya secara personal atau lebih tepatnya tentang kisah cintanya dengan seorang gadis spesial di hidupnya yang dia sebut sebagai si Gadis Jeruk. Gaya tutur yang dilakukan oleh Jan Olav saat bercerita tentang gadis spesial tersebut pun bisa dibilang sangat terbuka dan melankolis.
Sangat terbuka karena Jan Olav bahkan tidak malu untuk bercerita hingga kepada aktifitas yang sangat personal antara dia dengan gadis spesialnya itu. Dan sangat melankolis karena saat bercerita saat melakukan ‘pengejaran’ terhadap gadis tersebut Jan Olav banyak melakukan dialog dengan alam pikirnya sendiri tentang gadis tersebut atau mungkin bahasa populernya untuk saat ini yaitu galau sendiri ya..hehe.
Selesai menjelaskan tentang kisah spesialnya dengan si Gadis Jeruk, Jan Olav secara perlahan bagaikan efek transisi di dalam sebuah karya sinematografi, beralih memberikan pemahaman-pemahaman filosofis penting kepada Georg Roed. Secara garis besar hal-hal yang diajarkan Jan Olav di dalam surat tersebut adalah tentang esensi kehidupan lewat misteri alam semesta (di sinilah Jan Olav menyinggung tentang teleskop Hubble sebagai layaknya mata bagi semesta untuk melihat dirinya sendiri), dualitas dari realitas sebagai karakteristik dari sebuah kehidupan, dan waktu sebagai valuable thing. Gaya tutur yang dilakukan Georg Roed saat menyuntikkan pemahamannya tersebut yakni tidak menempatkan dirinya sebagai penceramah tapi lebih tepat sebagai seorang kawan karib yang sedang berbagi pengalaman kepada sahabatnya.
Lalu, apakah misi Jan Olav dapat berhasil tersampaikan kepada Georg Roed yang saat itu digambarkan sebagai seorang remaja berusia 15 tahun? Seperti yang diketahui bersama, karena pada umumnya pada rentang usia tersebut, secara psikologis remaja mulai memiliki preferensinya sendiri tentang hal-hal yang dianggap cool. Kemudian siapakah sebenarnya si Gadis Jeruk tersebut yang ternyata punya peran penting bagi Jan Olav dan Georg Roed sekaligus sehingga namanya menjadi judul novel ini?
Kemudian apa kesan pribadi gue tentang novel ini?
Kesan pribadi gue tentang novel The Orange Girl ini mungkin ngga akan sama dengan kesan pribadi orang lain, jadi harap dimaklumin kalo beda ya..hehe.
Menurut gue, di novel The Orange Girl karakter khas Gaarder terlihat sekali yaitu dia merupakan tokoh yang menekankan kalau belajar filsafat atau minimal belajar filsafat alam adalah pedoman yang mumpuni kalo ingin menjalani kehidupan dengan baik. Kemudian taktik Gaarder saat memberikan efek dramatis kepada pembaca agar memahami persoalan – persoalan filosofis pun menurut gue disampaikan dengan jitu. Sebagai contoh, Gaarder ingin membicarakan tentang waktu yang merupakan valuable thing, di novel ini agar dramatis digambarkan bagaimana Jan Olav yang sedang sekarat terpaksa harus berkelahi dengan waktu yakni saat membuat surat kepada Georg Roed yang dia tahu cepat atau lambat tidak akan ditemuinya lagi selamanya. Dan pembaca pun mungkin sedikit banyak akan merasa sedih saat membayangkan bagaimana perasaan Georg Roed saat membaca surat spesial untuk dirinya dari seorang ayah yang telah lama meninggal dunia. Itu tentunya kalau terjadi di kehidupan nyata akan jadi pengalaman yang mendalam dan cukup menguras emosi. Dan masih banyak contoh lainnya yang bisa dilihat kalo jeli membaca novel ini.
Kemudian tentang surat yang diberikan Jan Olav kepada Georg Roed, di sini Gaarder juga sangat cerdik membuat strategi bagaimana caranya agar misinya tersebut diupayakan sukses maksimal. Gaarder tidak serta merta menggambarkan cara Jan Olav untuk memberikan pemahaman kepada Georg Roed dengan cara memancing keingintahuan Georg Roed lewat pertanyaan-pertanyaan cerdas semata, tapi Gaarder menggambarkan bahwa Jan Olav lebih dahulu memperkenalkan dirinya secara ‘sepolos-polosnya’ kepada Georg Roed agar tercipta emotional bonding diantara mereka. Diharapkan dengan kedekatan emosi yang telah terjalin, propaganda apapun yang disuntikkan akan lebih mudah diserap oleh Georg Roed muda. Kemudian saat waktu untuk memberikan pemahaman – pemahaman filosofis telah tiba, Gaarder menggambarkan bahwa Jan Olav melakukannya dengan penuh kasih sayang dan hampir-hampir bertutur layaknya seperti seorang kawan kepada Georg Roed. Mungkin maksud Gaarder disini yaitu pemahaman apapun yang diberikan sebaiknya dengan gaya komunikasi yang tidak menggurui agar efektifitasnya optimal.
Masih tentang surat tersebut, entah kenapa gue merasa gaya bercerita Gaarder saat menggambarkan bagaimana tokoh Jan Olav saat melakukan pengejaran cinta terhadap si Gadis Jeruk tersebut sangat melankolis dan menjadi seperti tidak realistis. Entah kenapa, gue ngga terlalu suka aja..hehe. Mungkin kalo gue boleh bikin Jan Olav versi gue, gue bakal bikin yang romantis dikit aja, tapi ngga sebanyak itu. Pantes aja di cover belakang yang memuat resensi tentang isi cerita novel ini tertulis “Anda akan diajak menjelajahi sebuah dunia yang di dalamnya kehidupan nyata dijalani seperti dalam dongeng”. Ternyata bagian itu adalah saat Jan Olav melakukan pengejaran cinta terhadap si Gadis Jeruk..hehe.
Kemudian tentang pemahaman filosofis yang diberikan Gaarder lewat tokoh Jan Olav kepada Georg Roed muda. Entah kenapa, gue merasa hal – hal yang diberikan Jan Olav kepada Georg Roed adalah sesuatu yang memang esensial tapi kayaknya masih terlalu luas cakupannya sehingga belum spesifik mengena ke permasalahan yang seringkali menjadi kegalauan remaja seusia Georg Roed. Mungkin kalo gue boleh bikin Jan Olav versi gue, gue akan buat surat yang memberikan pemahaman dan nilai-nilai positif dari masalah-masalah yang populer menjadi kegalauan remaja seusia Georg Roed.
Masalah-masalah itu misalnya seperti kontrol diri, kepemilikan barang, pacar, bullying, tato, seksual, kebahagiaan, dan lain-lainnya tapi tetap pemahaman seperti alam semesta, dualitas dari realitas, dan waktu tetap hadir menjadi pelengkap masalah-masalah yang disebutkan di kelompok awal tadi sehingga pembahasannya menjadi komplit. Misalnya sebagai contoh sederhana, yaitu membicarakan tentang kontrol diri. Banyak remaja yang tidak bisa mengontrol diri terkait pendidikan sehingga berakibat tidak naik kelas padahal itu sangat merugikan dari banyak sisi termasuk waktu karena waktu merupakan valuable thing karena tidak dapat diulang kembali. Itu tadi satu contoh aja, contoh yang lainnya silahkan jadi PR sendiri ya..hehe.
Dan yang terakhir dari gue adalah, gue mau komentar tentang akhir dari cerita novel ini. Di akhir cerita, digambarkan kalau Georg Roed memutuskan untuk membuat sebuah buku yang merupakan gabungan dari surat yang dibuat ayahnya tersebut dengan pengalaman-pengalamannya sendiri saat mulai membaca surat tersebut. Saat membaca ini, gue mendapat kesan bahwa Gaarder saat menulis novel ini seperti terinspirasi dari duet lagu Unforgettable yang dinyanyikan Nat King Cole dan Natalie Cole. Kalau lagu Unforgettable adalah versi musik, dimana seorang ayah yang sudah puluhan tahun meninggal terkesan berduet langsung dengan anaknya. Dan kalau untuk novel ini adalah versi literasi, dimana Georg Roed terlihat seperti berkolaborasi dengan Jan Olav untuk membuat buku secara langsung, padahal sang ayah yaitu Jan Olav telah meninggal belasan tahun yang lalu. Dan ternyata di paragraf berikutnya, Gaarder pun mengakui hal ini dengan menggambarkan bahwa George Roed menceritakan tentang lagu tersebut yang memiliki keunikan yang khas. Gaarder ternyata fans lagu Unforgettable nih?..hehe.
Nah, itu tadi kesan gue setelah kenalan sama novel The Orange Girl karya Jostein Gaarder. Intinya, menurut gue novel ini cocok dibaca siapa aja start dari kelompok usia remaja sampai ke atas buat mengenalkan tentang filsafat karena gaya bahasa novel ini tergolong light dan menghibur. Menurut gue pribadi, novel ini dapat rate 4 stars..hehe.
Gimana mulai suka sama novel filsafat?..hehe..
Daftar pustaka:
Gaarder, Jostein. 2016. The Orange Girl. Bandung: Mizan
Wah, ternyata Novel filsafat dapat memberikan arti mendalam bari pembacanya ya Kak? Teddy kayaknya belum pernah baca Novel dengan Genre ini. Melihat dari ulasan di atas menjadi sebuah ketertarikan dengan cerita yang dibawakan.
Terima Kasih telah berbagi Kak
Selamat nyobain genre ini ya 🙂
Btw, thanks udah mampir..
Sama-sama Kak
Sebelumnya belum pernah sih baca novel-novel yang bergenre filsafat. Tapi setelah baca novel ini sepertinya seru juga untuk di baca. Terima kasih kak untuk infonya. Keren.
Iya, genre ini seru banget..
Selamat nyobain..
Btw, thanks udah mampir..
Jujur saya sebelumnya kurang suka novel yang bergenre filsafat, setelah membaca review dari artikel ini kayaknya saya mulai tertarik untuk membaca novel yang bergenre filsafat
Iya, selamat nyobain rasa baru ya 🙂
Btw, thanks udah mampir..
Dari kecil sering dibacain cerita cerita, pas gede malah malas membaca.. Tapi novel ini dsri reviewnya menarik.
Iya, novel ini bagus menurut gw..
Tapi kalo ngga suka baca, mungkin bisa tunggu filmnya (kalo diangkat ke layar lebar ya..hehe)..
Btw, thanks udah mampir..
Bener2 dramatis ketika Jan Olav buat surat… Sebagai pembaca, bisa langsung merasakan gimana perasaan dan kondisi dia saat itu. Menarik bgt ya novelnya kak…
Iya, sama2 🙂
saya paling suka baca-baca novel yang soal filsafat karena memang biasanya memang banyak bahas soal hidup, penasaran pengen coba baca
Buruan dicoba, bagus banget 🙂
Btw, thanks udah mampir..
masih penasaran gimana ending dari jan olav itu. apakah dia masih bertahan
Silahkan dibaca bukunya 🙂
Thanks udah mampir..
udah jarang sih baca novel filsafat. karna bukan genreku….tapi bagus reviewnya kak
Iya, makasih juga udah mampir 🙂
Buku yang dibahas selalu menarik dan mind blowing.
Terima kasih udah mampir 🙂
kalo denger cerita orang yang suka baca buku filsafat, terkesan berat tapi setelah baca artikel ini mudah untuk dipahami
Iya, gaya penceritaannya enak mudah dipahami..
Btw, thanks udah mampir..
Jadi tertarik juga pengen membacanya dari pembahas kaka menarik klo di ikuti novelnya 👍
Iya, sama2..
Makasih udah mampir..