Resilient: Going Through The Pain

https://www.estalinafebiola.com/resilient-going-through-the-pain/

Mau tahu masalah mental yang diperkirakan telah menghilangkan nyawa 800.000 orang di dunia per tahunnya?

 

Bertepatan dengan hari penyintas kehilangan bunuh diri internasional (international survivors of suicide loss) yang jatuh pada tanggal 23 November, salah satu organisasi non profit di Indonesia yaitu Into The Light, mengadakan suatu talk show di Mall Pacific Place atau tepatnya di @america dengan tema Resilient: Going Through The Pain. Into The Light menganggap talk show ini penting untuk terselenggaranya mengingat begitu tingginya angka bunuh diri yaitu menurut World Health Organization (WHO) diperkirakan setiap tahunnya terdapat 800.000 orang yang meninggal karena bunuh diri. Talk show ini bertujuan untuk menyadarkan masyarakat akan pentingnya kesehatan jiwa agar dapat mencegah bunuh diri serta langkah apa yang dapat diambil oleh para orang terdekat dari korban bunuh diri yang disebut sebagai penyintas kehilangan bunuh diri (survivors of suicide loss) untuk menyembuhkan luka mereka setelah kepergian orang terdekat yang melakukan bunuh diri.

 

 

Talk show Resilient: Going Through The Pain mengundang 3 orang tamu yaitu dr. Andreas Kurniawan selaku psikiater, Adelia Krishna Putri selaku dosen psikologi di Universitas Gajah Mada dan peneliti tentang topik bereavement, serta Joanna Dorothy selaku penyintas kehilangan bunuh diri (survivor of suicide loss). Acara ini dibagi ke dalam 3 segmen yaitu pemutaran film dokumenter, diskusi antara moderator dengan para narasumber, serta sesi tanya jawab antara para narasumber dengan audience.

 

Segmen pertama di talk show Resilient: Going Through The Pain yaitu pemutaran film dokumenter. Film yang diputar yaitu berjudul Pathway to Healing: Hope After Suicide Loss. Film ini merupakan besutan organisasi dari Amerika yang juga peduli terhadap masalah bunuh diri yaitu American Foundation for Suicide Prevention. Film ini menceritakan tentang Chris Taddeo yang merupakan seorang korban bunuh diri dan bagaimana keluarganya merasa sangat sedih atas kepergian Chris yang mendadak serta perasaan bersalah yang timbul karena tidak dapat mengetahui bahwa Chris ternyata diam-diam menderita depresi. Depresi inilah yang menyebabkan Chris akhirnya melakukan bunuh diri.

 

Pada akhirnya film dokumenter ini, diceritakan bagaimana keluarga Taddeo menemukan cara untuk tetap melanjutkan hidup meskipun kehilangan orang yang mereka kasihi. Pada awalnya hal ini tidak mudah karena masing-masing anggota keluarga memiliki cara yang berbeda atau bertolak belakang untuk menuju penyembuhan, tapi pada akhirnya mereka berhasil berdamai dengan keadaan.

 

Trust and Boundaries

 

Di film dokumenter ini pun digambarkan bagaimana lingkungan tempat tinggal mereka mendukung pemulihan jiwa keluarga Taddeo dengan cara mengadakan perlombaan lari yang didedikasikan untuk Chris Taddeo. Serta lingkungan gereja yang juga menyediakan kelompok support system khusus bagi para jemaahnya yang mengalami hal serupa sehingga keluarga Taddeo yang ikut masuk ke dalam kelompok ini merasa ada orang lain yang dapat memahami perasaan mereka.

 

Segmen kedua di seminar Resilient: Going Through The Pain yaitu diskusi antara moderator dengan para narasumber. Dalam sesi diskusi ini terungkap banyak pencerahan yang dipaparkan oleh para narasumber. Joanna sebagai seorang penyintas kehilangan bunuh diri (survivor of suicide loss) secara terbuka menceritakan kepada audience bagaimana perasaannya yang terluka dan merasa sangat bersalah atas kejadian bunuh diri yang menimpa ayahnya tersebut. Saat sesi bercerita berlangsung, gue sendiri hanyut ke dalam cerita Joanna karena membayangkan bagaimana besarnya luka batin yang dimiliki oleh orang terdekat korban, jika peristiwa bunuh diri benar-benar terjadi.

 

https://www.estalinafebiola.com/resilient-going-through-the-pain/
Suasana saat diskusi di atas panggung

 

Kemudian setelah Joanna selesai berbicara, sesi diskusi dilanjutkan oleh narasumber lainnya yaitu dr. Andreas dan Adelia yang masing-masing saling mengisi dalam memaparkan wawasannya kepada audience. Secara garis besar, kedua narasumber ini memberikan edukasi bagi para penyintas (survivors) agar dapat menjauhkan diri dari hasrat untuk bunuh diri, edukasi bagi para support system agar dapat membantu para penyintas (survivors) dan para penyintas kehilangan bunuh diri (survivors of suicide loss), serta edukasi bagi para penyintas kehilangan bunuh diri (survivors loss suicide) agar mereka dapat menyembuhkan luka batin dan melanjutkan hidup.

 

Untuk para penyintas (survivors), para narasumber menyarankan agar sedini mungkin dapat mengenali dan memeluk emosi apapun yang mereka rasakan. Dengan melakukan hal ini, diharapkan apabila penyintas (survivors) merasakan emosi negatif, maka dapat mengeluarkannya ataupun dapat mencari bantuan dari orang lain. Orang lain yang dapat dimintakan bantuan yaitu teman yang dapat dipercaya, komunitas support system yang positif, ataupun para profesional (psikolog ataupun psikiater).

 

Kemudian bagi para anggota support system, para narasumber memberikan edukasi tentang bagaimana cara mereka agar dapat membantu mendampingi para penyintas (survivors) yang sedang dalam keadaan depresi menjadi bersemangat kembali. Cara pertama yang dapat dilakukan adalah dengan peduli dan sensitif terhadap lingkungan sekitar. Jika terdapat gerak-gerak orang lain yang terlihat tidak sedang baik-baik saja, maka dapat bertanya dengan tulus kepada orang tersebut. Dan jika mereka mulai terbuka, maka hal yang dapat dilakukan yaitu melakukan emotional first aid yaitu mendengarkan tanpa menyalahkan (tidak judgemental) dan berempati dengan jujur. Maksudnya berempati dengan jujur yaitu tidak mengatakan empati yang dibuat-buat karena akan terasa kepalsuannya sehingga tidak membantu keadaan para penyintas (survivors) tersebut.

 

Kemudian support system disarankan untuk tidak segan-segan meminta bantuan profesional jika dirasa itu diperlukan demi kebaikan si penyintas (survivors). Sedangkan bantuan yang dapat diberikan oleh support system untuk penyintas kehilangan bunuh diri (survivors of suicide loss) yaitu dengan memberikan lingkungan yang kondusif untuk mereka dan tidak menyudutkan mereka.

 

https://www.estalinafebiola.com/resilient-going-through-the-pain/
Suasana peserta talk show yang sedang menyimak

 

Sedangkan untuk para penyintas kehilangan bunuh diri (survivors of suicide loss), para narasumber mengingatkan agar tidak melakukan hal-hal negatif yang dapat memperburuk luka batin yang dirasakan. Dimana hal negatif tersebut seringkali tanpa disadari dilakukan oleh mereka, yaitu seperti kehilangan semangat hidup, ingin menyusul melakukan bunuh diri, mempertanyakan alasan korban melakukan bunuh diri karena tidak menyelesaikan permasalahan, ataupun misalnya dengan saling menyalahkan diantara para penyintas kehilangan bunuh diri itu sendiri. Hal terakhir ini merupakan kisah nyata yang dialami oleh Joanna karena kelurga besarnya seperti memojokkan keluarga intinya atas kejadian bunuh diri tersebut.

 

Hal – hal positif yang dapat dilakukan oleh para penyintas kehilangan bunuh diri (survivors of suicide loss), untuk mengatasi masalah ini dipaparkan oleh dr. Andreas dengan mengutip teori William Worden, yaitu: menerima realitas yang terjadi (misalnya menyiapkan pemakaman), menerima emosi yang timbul setelah peristiwa tersebut terjadi (misalnya mencari support system untuk saling berbagi dan menguatkan), menyesuaikan diri dengan kenyataan yang terjadi (misalnya menyumbangkan pakaian korban kepada pihak yang lebih membutuhkan agar dapat move on), dan melakukan koneksi antara karakter positif korban semasa hidup dengan kehidupan saat ini (misalnya dalam kasus Chris Taddeo, diadakan lomba lari untuk mengingat Chris yang pada masa hidupnya adalah seorang atlet lari).

 

Perlu diketahui juga bahwa dalam talk show Resilient: Going Through The Pain ini, dr. Andreas tidak secara eksplisit mengatakan bahwa dia tidak setuju dengan teori Kubbler – Ross tentang tahapan-tahapan dalam berduka cita yakni seperti, tahap pertama adalah penyangkalan, tahap kedua adalah marah, tahap ketiga adalah tawar menawar (bargaining), tahap keempat adalah depresi (kesedihan yang mendalam), dan tahap kelima adalah penerimaan (acceptance), namun dia hanya tidak menyetujui bahwa jika tahapan-tahapan ini dilihat sebagai sesuatu yang linier.

 

Menurut dr. Andreas, tahapan – tahapan dalam berduka cita tersebut lebih baik dilihat sebagai siklus yang non linier atau impermanent. Contoh mudahnya, seseorang yang sudah dalam tahap penerimaan (acceptance) pun bisa saja jika bertemu anchor yang mengingatkan akan peristiwa sedih tersebut akhirnya kembali ke dalam tahapan depresi. Untuk itu, dr. Andreas merasa lebih baik melihat tahapan penerimaan (acceptance) sebagai bagian dari proses, alih-alih sebagai pencapaian. Dia menyarankan hal tersebut tidak lain untuk menghindari perasaan gagal yang timbul jika perasaan marah, depresi, atau tawar menawar (bargaining) timbul kembali setelah sebelumnya telah sampai di tahap penerimaan (acceptance).

 

Segmen ketiga yaitu sesi tanya jawab antara para peserta kepada para narasumber. Uniknya, salah satu peserta tidak bertanya namun curhat kepada narasumber bahwa dia mengaku pernah ingin bunuh diri karena merasakan kesedihan yang mendalam setelah mengetahui bahwa Sulli sang selebritas Korea Selatan tewas karena bunuh diri. Beruntungnya, dia masih dapat mengendalikan dirinya untuk tidak melakukan hal yang sama dengan Sulli. Setelah sang peserta selesai curhat, dr. Andreas kemudian memaparkan tentang fenomena Ripple Effect (efek riak) dan Werther Syndrome (Sindrom Werther).

 

Ripple Effect (Efek Riak) adalah luka batin tidak hanya dialami oleh orang terdekat, namun juga dialami oleh orang-orang yang bahkan tidak pernah berinteraksi langsung dengan korban namun memiliki ikatan emosi -searah- dengan korban. Hal ini kebanyakan terjadi pada kasus bunuh diri yang menimpa figur publik, yakni dimana para penggemarnya juga ikut merasakan luka batin yang mendalam karena para penggemar tersebut memiliki ikatan emosi kepada publik figur tersebut. Ripple effect ini tentunya bisa terjadi didukung oleh adanya fenomena parasosial, yaitu fenomena terbangunnya kedekatan emosional antara audience dengan figur publik disebabkan audience seringkali menyaksikan mereka lewat media massa.

 

Sedangkan Werther Syndrome adalah kondisi terjadinya peningkatan kasus bunuh diri setelah adanya pemberitaan atau publikasi peristiwa bunuh diri di media massa. Jadi sederhananya, orang secara psikologis merasa ingin ikut melakukan bunuh diri setelah mendengar berita bunuh diri karena dirasa itu adalah keputusan yang tepat untuk keluar dari permasalahan hidupnya. Dan dorongan dari keinginan ini biasanya sangatlah kuat. Maka dari itu, media juga mengistilahkan Werther Syndrome sebagai copycat suicide. 

 

Istilah Werther Syndrome ini diambil dari nama tokoh utama dari novel karya Goethe yaitu Werther. Di dalam novel yang berjudul The Sorrows of Young Werther ini, sang tokoh utama (Werther) akhirnya melakukan bunuh diri karena cintanya yang kandas. Tanpa disangka, novel ini bukan hanya populer namun banyak pembacanya yang ikut mengambil keputusan bunuh diri seperti Werther setelah membacanya.

 

Nah, dari pemaparan tentang Ripple Effect dan Werther Syndrome ini, sudah bisa dilihatkan apa keterkaitan antara dua fenomena ini. Keterkaitan tersebut yaitu peristiwa bunuh diri berdampak pada lingkungan sosial yang luas dan apabila empati yang dirasakan oleh orang lain begitu kuat maka akan mendorong orang lain untuk melakukan hal yang persis sama. Serem ya, pantes aja angka kasusnya tiap tahun begitu tinggi.

 

Akhir kata, semoga talk show seperti Resilient: Going Through The Pain ini kedepannya akan semakin banyak diadakan sehingga dapat menunjang gaya hidup sehat yang belakangan ini sedang trending di kota – kota besar (tidak hanya berfokus pada kesehatan fisik tapi juga pada kesehatan jiwa) dan agar dapat menghilangkan stigma buruk yang melekat pada orang – orang yang datang ke psikiater atau psikolog untuk mencari bantuan kesehatan.

 

Yuk, barengan kita ilangin stigma buruk ini 🙂

 

Instagram

Tagged : / / / /

82 thoughts on “Resilient: Going Through The Pain

  1. Membangun supporting system yang baik memang salah satu cara efektif untuk menangani permasalahan kesehatan jiwa. Mungkin perlu ditanamkan kesadaran kepada setiap orang bahwa setiap orang bisa menjadi supporting system terhadap orang lain.

    Kemajuan itu, kemajuan teknologi informasi bisa mempengaruhi kesehatan jiwa seseorang. Salah satunya adanya cyber bullying melalui media sosial.

    1. Iya, gw baru tahu kalo mind setting untuk bangun supporting system untuk case ini penting banget..
      Ya, karena gimana ya kadang mau tanya gmn mood-nya orang hari ini, pasti kadang ngga enak karena takut kesannya ikut campur..
      Di talkshow ini ada pencerahan, build support system dengan batas tertentu tanpa jadi sok tahu..

      Thanks, udah mampir..

  2. mental health memang jadi issue menarik belakangan ini. Kesehatan mental sangat berpengaruh pada kesehatan fisik, pola pikir dan bagaimana seseorang mengambil keputusan penting dalam hidupnya. Semakin dipelajari…semakin dalam ternyata ilmunya.

    Kehilangan, apalagi kehilangan orang tersayang, bisa bikin oleng hidup. Pertemuan seperti ini keren banget ka, bisa jadi support system yang helpfull banget bagi para penyintas

    Terima kasih sudah berbagi ilmu ka

    1. Iya, sama-sama mba, aku paling suka waktu dokter Andreas kasih pencerahan kalo tahapan-tahapan berduka lebih baik dilihat sebagi siklus yang nonlinier dibanding sebaliknya..
      Ini inspiring banget..

      Thanks udah mampir..

  3. Bunuh diri kata yang amat menakutkan, tak bisa menghadapi sesuatu dengan sendiri harus berbagi dengan orang lain , sehingga ada yg mendengarkan ya kak. Resillent, going through the pain. Jadi sebenarnya diri kita harus menerima apapun kejadian menyedihkan jangan terlalu larut sehingga keinginan bunuh diri ini tidak terlintas dalam pikiran ya kak. Ada yg terkenal, ga kekurangan, apapun bisa dilakukan, lalu bunuh diri ,kehilangan cinta, kebanyakan hutang juga bisa melakukan bunuh diri. Yang penting harus ada iman dan agama yg kuat biar ga gampang bunuh diri kali ya kak.

    1. Iya, iman yang kuat dan ibadah yang “dihayati” bisa menolong banget..
      Tanpa bermaksud mengecilkan peran agama, tapi menurut gw pribadi, buat sampe di tahap ini sulit banget atau dengan kata lain ngga semua orang bisa..
      Jadi ngga ada salahnya kalo merasa “sakit” buat minta bantuan ke psikolog atau psikiater..

      Btw, thanks udah mampir..

  4. Beberapa tahun belakangan ini sering kita dengar artis/orang awam bunuh diri. Bahkan kemarin ada berita karena cemburu pacarnya jalan sama yg lain, si cowok bunuh diri di daerah Senen. Miris dengarnya. Perasaan keluarga pasti hancur. Benar merasa bersalah kenapa nggak bisa, setidaknya menjadi tempat curhat atas depresi yang dialami. Atau setidaknya tidak memaksakan ini itu terhadapnya.
    Ketakutan pernah saya alami, saat seorang teman melakukan ini. Soalnya sebelum kejadian hampir setiap sore, dia selalu duduk didepan rumah. Ngobrol rame2 pemuda pemudi di kampung. Anaknya pendiam namun murah senyum. Terlihat tak ada beban apapun. Eh, siangnya udah melakukan itu. Sedih banget, kl malam takut keluar rumah sampe beberapa hari. Nggak pernah tau apa yg membuat dia melakukan itu. Kl istilah jawanya, eling2en. Tiap keluar rumah keingetan mulu.

    1. Iya, mba aku baru ngerti perasaan ini setelah nonton talkshow ini yaitu adanya ripple effect yang menyertai setiap kasus bunuh diri..
      Abis nonton talkshow ini jadi berasa kayak ada alarm imajiner di kepala gw, kalo tiba-tiba ada temen yang biasanya tough n cheerful kok tiba-tiba nunjukkin sifat yang agak “beda”..
      Ngga mesti harus jadi gloomy sih, tapi berubah jadi agak manja gitu, gw jadi auto-inget diskusi ini..
      Jadi mau samperin dan tanya “ada apa?”..haha..

      Btw, thanks udah mampir..

  5. Woww…. Suka banget ama pembahasannya Mba Feb, serasa ikutan talk shownya langsung. Setuju banget sihh perlu diadakan sesering mungkin talk show yg membahas tentang kesehatan mental. Apalagi stigma masyarat masih negatif terhadap bantuan psikiater/psikologi padahal gangguan kesehatan mental lebih berisiko tinggi terhadap kematian. Ditunggu postingannya selanjutnya Mba. Thank for reminding me.

    1. Iya, mba sekedar sharing, malah aku pernah ke dokter dan dokternya ngga percaya kalo beban pikiran bisa bikin jadi sakit atau istilahnya psikosomatis..
      Jadi diskusi kayak gini emang perlu sih, kalo menurut aku..
      Tapi ngga semua dokter tentunya bgini ya, pengalamanku cuma 1 aja..

      Btw, thanks udah mampir..

  6. Semoga talkshow kyk gini makin banyak diadakan ya kakkk. Biar bisa balance antara kesehatan fisik dan jiwa. Aku aja sampe search di youtube untuk bisa dapetin pencerahan, apalagi klo lg down.

  7. Tidak pernah terpikir untuk bunuh diri. Tapi rasanya saya bisa merasakan. Mungkin karena sudah depresi berat, tidak ada lagi yang bisa menjadi pegangan, lantas bunuh diri. Lingkungan sosial sangat penting yaa

  8. Wooowww pembahasan yang sedang hits-hitsnya nih, paling sering denger berita yang bunuh diri itu artis korea. Mau dong feb ajak-ajak kalau ada talkshow kaya gini lagi, pembahasannya bagus banget

      1. Masalah mental adalah topik yang menarik untuk di bahas. Dengan adanya talk show akan menambah pengetahuan terutama tentang kejiwaan. Terima kasih sudah berbagi cerita lewat tulisan.

  9. Keren banget talkshow begini. Berasa diajak bareng-bareng untuk peduli sekitar . Terimakasih bisa berbagi cerita ya kak. Semoga kita bisa jadi orang-orang yang ikut membantu menularkan suasana hidup sehat.

    1. Iya, gw sukaa banget ada orang-orang kayak di organisasi Into The Light yang perduli sama fenomena bunuh diri..
      Juga salut sama penyintas ataupun penyintas kehilangan bunuh diri yang berani berbagi rahasia mereka buat kasih manfaat ke orang lain..

      Btw, thanks udah mampir..

  10. Aku suka dan sependapat sih sama dokter Andreas yang bilang bahwa tahap penerimaan itu adalah bagian dari proses daripada dianggap sebagai hasil. Karena kalo dari yg pernah aku baca/denger (lupa ih) setelah tahap menerima kita akan masuk lagi ketahap memaafkan.

    Asliiii tulisannya kece bangett lah iniii

  11. Hai Kak Febi, senang banget nih saya semakin banyak yang peduli dengan ‘suicide’ . Misalnya, walaupun orang-orang terdekat penyintas, sering merasa ‘kecolongan’ setidaknya kita bisa berempati ya kak. Hormat saya untuk penyelenggara, nara sumber, penyimak dan penulis yang sedang saya baca ini atas tema Resilient: going through the pain. Seperti juga hormat saya atas penjelasan dari paradigma lain mengenai ‘suicide’ . Many thanks to be aware

  12. Talkshow spti ini hrs sering diadakan ya karena berkaitan dengan cara memandang diri sendiri diantara penilaian orang lain. Terkadang orang pnya life value sendiri tp goyah ketika lingkungan tdk mendukung, akhirnya hopeless dan ambil keputusam bundir..Mksh sharing ceritanya..

  13. bunuh diri bagi penyitas depresi dengan tingkat tuntutan hidup lebih tinggi atau pun masalah kehidupan pribadi yang ada menjadi salah satu penyebabnya, dan talk show seperti ini kayaknya mesti diperbanyak kali ya mba.. minimal untuk memberikan edukasi kepada semua orang apabila menemukan keluarga, teman atau saudaranya yang sedang memiliki masalah tapi masih gak tau harus cerita sama siapa

  14. Terima kasih Kak Febi sudah membagikan ilmu yang didapat dari talkshow ini. Sangat bermanfaat untuk menghadapi kasus kesehatan mental terutama bunuh diri yang masih banyak diabaikan oleh masyarakat.

  15. Selalu sukak sama acara2 kaya gini. Boleh yaa kak kalau ada gini lagi kabar2in. Mau ikuut juga. Perlu banget campaign kaya gini disuarakan lebih kencang lagi. Acaranya bagus banget. Thanks for sharing, kak 🙂

  16. Aku baru tahu kalo ada hari penyintas kehilangan bunuh diri internasional. terima kasih sudah sharing terkait hari tersebut ya mba. Menurutku dengan adanya peringatan hari ini jadi pengingat banget sih buat lebih empati ke orang lain. Semoga bisa makin banyak yang aware juga dengan hari penyintas kehilangan bunuh diri international ya

  17. Tenyata seorang public figure yang bunuh diri pun bisa berefek ke penggemarnya ikut melakukan hal yang sama ya..
    Duh memang dari semua pemaparan narasumber tentang perlunya emotional first aid juga support system untuk keluarga sangat penting ada
    Bisa terbayang betapa mereka sangat terluka orang terkasih kehilangan bunuh diri karena berbagai hal yang mereka terlambat mengetahui

    1. Iya, di talkshow itu juga dikasih info ke audience karena kadang-kadang lingkungan secara ngga sengaja memojokkan si penyintas kehilangan bunuh diri itu misalnya dengan cara bertanya bagaimana cara korban melakukan bunuh diri ataupun mempertanyakan kemungkinan yang menyebabkan korban jadi commit suicide..
      Di talkshow ini, itu istilahnya diharamin banget ngelakuin hal itu..

      Btw, thanks udah mampir..

  18. Bagus ya talk show nya benar benar mengulas dari berbagsi sisi. Kadang kita memang kurang peka terhadap perubahan sikap dari seseorang.
    Sekarang banyak yang merasa bunuh diri adalah jalan keluar dari masalah mereka.
    Talk show seperti ini harus diadakan juga buat para remaja di bangku sekolah.

    1. Iya, setuju talkshow ini bagus buat diadain di sekolah-sekolah karena udah ada beberapa kasus pelajar ngelakuin ini..
      Mungkin karena pemberitaan media tentang selebritas yang commit suicide (werther syndrome)..

      Btw, thanks udah mampir..

  19. Sekitar 10 tahun lalu jg sempat ramai di media massa tentang orang bunuh diri lompat dari lantai atas ke lantai dasar di sebuah mall. Ternyata itu menimbulkan werther effect dan copycat suicide sehingga banyak orang yg melakukan tindakan serupa dan terus diberitakan.

    Nice sharing..

    1. Iya, organisasi seperti Into The Light atau talkshow-talkshow yang bahas seperti ini mungkin harus lebih banyak supaya bisa kasih edukasi biar orang ngga gampang ambil keputusan buat commit suicide..

      Thanks udah mampir..

  20. Dulu pernah baca di novel represi tentang mental health juga gitu untuk bisa sembuh itu yang pertama adalah penerimaan. Orang2 yang ditinggal meninggal karena bunuh diri pun ada efeknya ya. Di zaman sekarang ini udah banyak sih isu mental health diangkat. Semoga semakin banyak yang aware sehingga menekan angka kematian akibat bunuh diri.

  21. Kalau aku lagi berusaha banget buat selalu nanya kabar temen-temen terdekat. Karena ntah kenapa menurutku somehow orang-orang itu hanya gatau mau mulai darimana kalau mereka lagi ada masalah. Jadi aku kadang nanya kabar temen dan bikin dia nyaman gitu. Supaya kalau ada masalah dia mau ceritaaa

  22. Menarik banget ini artikelnya, Kak..apalagi di point mendengarkan tanpa judgement..emotional first aid..hmm ..kadang kayak gini bih bisa banget diterapin ke tmn2 yg lg pada curhat hahaha…aku sangat percaya bahwa suatu kondisi atau keadaan pasti ada suatu alasan,, dan sangat bijak saat kita cukup mendengarkan, tanpa menghakimi.

  23. Pertanyaan gw abis nonton film bird box kejawab dengan artikel ini. Jadi sebenarnya si pembuat film mau mengangkat werther sydrome effect dan support system. Gw bertanya-tanya apa istilah psikologi dan issue apa sebenarnya di angkat dari film itu. Dan gw percaya ada ilmu psycology yang diriset dan di maksukkan ke dalam film tersebut.

    Sanga menambah wawasan tentang kasus bunuh diri dan pertolongan pertama yang harus di lakukan. Semoga orang orang oleh empati. Ga cuma menghakimi.

    1. Wah, kayaknya filmnya menarik ya..
      Gw belom pernah nonton tuh, kayaknya recommended ya..hehe..

      Iya, semoga semakin banyak acara kayak gini, angka bunuh diri semakin berkurang..

      Thanks udah mampir..

  24. baca ini agak ehm. Belum lama ada teman yang cerita dia pengen bunuh diri, dan aku yang denger berasa aduh aku mesti gimana? Jadi ada pencerahan sedikit dari artikel ini. Dan aku tertegun ada yang pegen bunuh diri gara2 Sulli? waw, bahaya ya.

    1. Wah, temennya lagi butuh-butuhnya ditemenin tuh..
      Mungkin temennya bisa juga diajak ikut nonton acara-acaranya Into The Light, jadi semoga dia bisa nemuin solusinya..

      Iya, ada penonton yang cerita dia mau bunuh diri karena ngerasain empati yang dalam karena Sulli..
      Mungkin kalo ngga nonton sendiri, gw ngga percaya..
      Ternyata ripple effect beneran ada..

      Btw, thanks udah mampir..

  25. Mungkin disebabkan oleh wherter syndrome sehingga bunuh diri kemudian mulai marak. Beberpa tahun terakhir banyak kasus bintang k-pop yang bunuh diri, dan kini kita menyaksikan bagaimana seorang anak SMP yg nekat lompat dari gedung sekolahnya. Media kita perlu menimbang utk memberitakan kasus bunuh diri.

  26. Pembahasannya serius banget ya kak, topik yang menarik dan harusnya lebih banyak disosialisasikan pemerintah juga.
    Sampai korbannya pertahun banyak sekali, faktor yang mempengaruhi pun banyak.
    Talk shownya bener2 buka mata gue, ternyata Ini bukan permasalahan sepele. Apalagi buat pelakunya yang mungkin banyak melewati proses yang pada akhirnya mengambil jalan itu.
    Sebagai individu gue jadi lebih paham untuk jagain fist circle gue, semoga semua baik2 aja.

    1. Iya, nia apalagi kadang persona orang bikin kita ngga bisa tahu dia lagi sedih, galau, atau depresi..
      Tau-tau kaget yang biasanya “ceria” meninggal karena bunuh diri..
      Sedangkan si korban yang udah “capek” akhirnya milih commit suicide buat merasa “bahagia”..

      Thanks udah mampir..

  27. Estalina Febiola, cakep amat blognya sekarang yaa hehehhee. Seminar2, talkshow yang mengupas ttg kejiwaan seperti ini harus diperbanyak. Apalagi jika yang menjadi narasumber adalah orang yg ahli di bidangnya.

  28. Sangat inspiratif acaranya. Masalah kesehatan mental memang menjadi isu yang saat ini haangat diperbincangkan, karena seringkali dianggap sepele. Bahkan saya pernah marah dengan seseorang yang menjadikan topik bunuh diri sebagai bahan bercandaan. Ketika seseorang depresi sampai begitu dalam, ada banyak fase yang dilewati oleh penderitanya hingga akhirnya memutuskan ingin mengakhiri semua. Tugas kita yang sehat mental adalah merangkul mereka, mengembalikan semangat hidupnya kembali dan bangkit dari depresi.

  29. Menurut saya depresi adalah pemicu utama tindakan suicide, karena saya sendiri pernah mengalami. dan untungnya kesadaran saya lebih mendominasi dari pada keinginan suicide nya, dan akhirnya gak jadi dan langsung ingat pada sang pencipta seraya ber istighfar.

  30. Semoga talk show kaya gini makin banyak untuk edukasi ke masyarakat Indonesia. Soalnya masih banyak orang yang menganggap remeh mental disorder.

  31. Acara yang menarik dan menjadi pengingat bahwa butuh lingkungan baik agar tetap bisa survive melanjutkan hidup. Terima kasih sharingnya.

  32. kalau kita baca berita kejadian bunuh diri ini sangat banyak terjadi di negara Jepang, apalagi sejak pandemi covid19 ini, sudah hampir 2rb orang bunuh diri, mungkin komunitas ini sangat diperlukan bagi warga jepang agar dapat mengurangi potensi bunuh diri.

    tapi jangan dilupakan juga, keimanan dalam beragama itu juga penting, sebab dengan adanya iman bisa menghilangkan rasa ingin bunuh diri dsb.

  33. Jadi terdorong untuk lebih empati sama keadaan orang lain. Tulisannya sangat bermanfaat kak. Makasih ya.

  34. Banyak orang yang masih sepele sama kesehatan mental. Artikel ini bisa menyadarkan orang lain kalau empati sama kesehatan mental orang lain itu penting.

  35. Mental health udah jadi pembahasan serius utk saat ini,.mengingat sudah banyak tuntutan seiring berkembangnya zaman

  36. Kesehatan fisik dan mental saat ini benar-benar menjadi perhatian apalagi di era digital yang makin “bebas” ini. AKu jadi teringat seorang kenalan yang pernah mengirimkan WA berisi foto ancaman dia mau bunuh diri, udah megang pisau dan diletakkan di atas nadi tangan. Ya Allah aku langsung syok, untungnya dia bisa mengendalikan dirinya lagi dan fokus untuk memecahkan masalahnya.

  37. Membuka wawasan baru tentang mereka yang melakukan bunuh diri. Pembahasan nya enak, ditambah lagi banyak penjelasan dari ahlinya

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

error: Content is protected !!
Visit Us On TwitterVisit Us On FacebookVisit Us On YoutubeVisit Us On Instagram