Apa kamu berpotensi ada di dalam hubungan yang manipulatif? Yuk, lihat disini..
Pernah ngga kalian ngerasa ada di suatu lingkaran atau interaksi sosial yang membuat kalian kurang nyaman? Kalau iya, bisa jadi mungkin karena lagi ada di dalam suatu hubungan yang manipulatif.
Menurut Rianda Febrianti yang merupakan seorang Direktur Lingkar Bina Muda dan sekaligus seorang psikolog dan pendidik di Universitas Indonesia, hubungan manipulatif yaitu jika di dalam suatu hubungan sosial terdapat upaya – upaya yang didasari oleh niat terselubung seseorang untuk mengendalikan, mencapai tujuan, atau mendapatkan dukungan dari orang – orang lain yang penting baginya tanpa peduli dengan kepentingan dan kebutuhan orang – orang lain tersebut.
Hubungan manipulatif bisa terjadi dimana aja, baik terjadi di dalam hubungan kekeluargaan, pertemanan, pasangan, ataupun dalam hubungan yang terkait dengan pekerjaan. Hubungan ini tentunya memiliki pola – pola tertentu yang dapat dikenali dan berdampak tidak baik bagi pelaku maupun korbannya.
Pola – pola yang seringkali dilakukan oleh manipulator adalah misalnya berpura – pura sakit agar orang lain menuruti keinginannya, kata – kata manis agar orang lain menuruti keinginannya, dan melakukan tindakan – tindakan provokatif agar korban menuruti keinginannya.
Masih menurut Rianda Febrianti, contoh dari kata – kata manis yang bersifat manipulatif yaitu misalnya: “Kamu adalah satu – satunya sumber kebahagiaanku”. Kalimat tersebut bersifat manipulatif karena pada realitanya, kebahagiaan membutuhkan kemandirian. Menggantungkan atau menuntut kebahagiaan hanya pada satu orang tentunya memberikan tekanan yang tidak sehat pada orang lain tersebut dan kemungkinan besar tidak dapat diberikan oleh orang tersebut.
Sedangkan tindakan – tindakan provokatif yang seringkali diucapkan oleh seorang manipulator adalah menimbulkan konflik tanpa alasan, playing victim, mengabaikan batas pribadi, menghina, berkata – kata kasar, berkata – kata kotor, diam – diam menyakiti, dan menciptakan ketidakpastian dalam suatu hubungan.
Dampak dari hubungan yang manipulatif bagi korban adalah ketidakstabilan emosi dan isolasi sosial. Sedangkan untuk pihak pelaku yaitu ketidakmatangan kepribadian.
Sayangnya, menurut penelitian yang dilakukan di Australia pada tahun 2019 yang dilakukan oleh peneliti dari Federation University Australia yaitu Grieve, March, dan van Doorn, menyimpulkan bahwa yang berpotensi lebih banyak untuk melakukan tindakan manipulatif ini adalah laki – laki yang dominan maskulinitasnya (bukan laki – laki feminin).
Adapun penelitian tersebut dilakukan di luar negeri, sedangkan untuk di Indonesia sendiri yang memiliki perbedaan budaya dengan Australia, belum ada penelitian resmi yang membahas objek penelitian yang sama, yaitu apakah laki – laki maskulin atau wanita feminin yang berpotensi besar melakukan tindakan manipulatif.
Apa yang menyebabkan seseorang memiliki perilaku yang manipulatif? Masih menurut Rianda Febrianti, biasanya disebabkan oleh ketidakmampuan dalam mengelola emosi negatif yang disebabkan oleh pengalaman – pengalaman buruk yang pernah terjadi di masa lalu secara sehat.
Bagaimana cara untuk menghindari hubungan yang bersifat manipulatif? Pada dasarnya korban dan pelaku dari suatu hubungan yang manipulatif adalah orang – orang yang tidak otentik atau orang – orang yang kehilangan jati dirinya sehingga tidak mampu mengelola emosinya dengan sehat. Hubungan yang sehat atau tulus hanya bisa diciptakan oleh orang – orang yang otentik.
Orang – orang yang otentik adalah orang – orang yang berperilaku selaras dengan jati dirinya (true self). Jati diri adalah fitrah yang dimiliki oleh seseorang, dimana hanya orang – orang yang senang melakukan refleksi diri secara jujur dan mendalam ke dalam dirinyalah yang mampu untuk memahami apa fitrah dirinya.
Fitrah manusia diciptakan Tuhan adalah baik adanya, sayangnya seringkali karena tekanan dari lingkungan sosial (baik dari keluarga ataupun pertemanan) fitrah tersebut “tenggelam” dan perlu “ditemukan” kembali.
Jadi, jati diri tidak sama dengan diri yang ditampilkan di second account pada media sosial, meskipun di second account seringkali orang mengaku bebas menampilkan sisi “liarnya” tanpa merasa akan dihakimi oleh orang lain. Diri yang ditampilkan pada second account, seringkali disebut sebagai actual self (bukan true self).
Bagaimana cara mudah untuk mulai menjadi pribadi yang otentik? Seperti yang sudah disebutkan di atas yaitu membiasakan diri melakukan refleksi ke dalam diri secara jujur, mengembangkan kekuatan diri (bakat), mencintai diri (self-love), fokus pada perbaikan karakter diri, tidak bergantung kepada penilaian orang lain (mandiri secara emosional), bergaul dengan orang – orang yang fokus dengan pertumbuhan diri (self-empowerment), dan memiliki personal boundaries.
Jika sudah terlanjur terjebak kedalam hubungan manipulatif, saran dari Rianda Febrianti sekaligus sebagai penutup webinar adalah -terutama untuk- korban menyadari true self-nya dan keluar dari hubungan tersebut, ketimbang memaksa pelaku mengubah dirinya. Jika sulit keluar secara mandiri, bisa minta bantuan profesional.
Meskipun sulit untuk mengubah diri sendiri, akan tetapi akan lebih sulit lagi untuk menuntut orang lain (manipulator di dalam suatu hubungan) untuk berubah karena perubahan harus didasari oleh kesadaran dari dalam diri sendiri.
Sebagai penutup dari posting-an ini, semoga apa yang ditulis kali ini bermanfaat dan ngga bosen baca sampe akhir 😀
Ada yang mau berbagi tips lain jalan pintas keluar dari hubungan yang manipulatif ?
Parahnya, banyak pasangan yang tidak sadar terjebak dalam hubungan yang manipulatif. Seperti pelaku yang ingin diperhatikan secara berlebihan, atau korban yang selalu menuruti apa yang diinginkan oleh pelaku.
Tidak mudah keluar dari hubungan kayak gini. Perlu kesadaran melihat diri sendiri tentang apa yang terjadi. Teman atau orang-orang sekitar bisa mengingatkan kita ketika kita terjebak dalam hubungan yang manipulatif.
Haha.. iya, betul banget..
kenal diri & bangun support system yg positif, penting banget sebelum pny pasangan..
btw, makasih udah mampir..
Indah sekali tulisannya Mba Feb “Orang-orang yang otentik adalah orang-orang yang berperilaku selaras dengan jati dirinya (true self)”. Ini memang harus dilatih terus menerus, supaya kita bisa menjadi orang-orang yang otentik, dan semoga kedepannya selalu dijauhkan dari perilaku-perilaku manipulatif, termasuk juga tidak menjadi manusia yang manipulatif.
terima kasih, ruly..
iya, butuh konsisten buat itu..
dan ngga bs dibilang gampang jg sih..hehe..
btw, makasih udah mampir..
Sering banget jadi korban dari hubungan manipulatif. Pelakunya bahkan macem-macem mulai dari keluarga, pasangan, sampe rekan kerja. Dan memang luka traumatis dan masa lalu menjadi penyebab utama kenapa orang2 ini bisa jadi manipulatif.
khas komentar kohmin, apa adanya..
btw, makasih udah mampir..
Penting nya membangun self boundries mungkin bisa membantu untuk tidak terjebak di dalam hubungan manipulatif kak
setuju 🙂
btw, makasih udah mampir..
Kenyataannya banyak sekali hubungan manipulatif. Dan pada dasarnya semua orang berteman atau apapun itu kadang karena ada maunya/ ada yang bisa dimanfaatkan dari orang tersebut, ntah ilmunya atau apapun itu. Ya selama tidak merugi ga masalah juga sih
menurut gw gpp deketin org karena org lain misalkan pny kelebihan tertentu, asalkan hubungan yang terjadi dianatara mereka itu simbiosis mutualisme / fair 🙂
kalo manipulatif kan, “ngedeketin” tapi yang untung cm sepihak, sedangkan pihak yang lain buntung..kwkw..
btw, makasih udah mampir..
Jujur paling benci sm orang yg pny sifat/sikap suka manipulatif baik dalam hubungan pertemanan/percintaan dan lain-lainnya. Aku kira itu sejenis toxic ternyataa berbeda yaa kak feb? Jadi pelajaran untuk diriku juga sih agar jauh dari sifat itu semua.
iya, salah satu bentuk hubungan yang toksik itu yg manipulatif..
btw, makasih udah mampir..
Yang paling sulit adalah menyadarkan korban sedang dalam hubungan yg manipulatif…. yg paling saya highlight ternyata menjadi pribadi yg otentik tuh bener2 penting, saya jadi makin semangat membantu orang agar makin paham diri…
makasih kak Feb, Nice post!
alhamdulillah, semoga niat baiknya lancar terus 🙂
btw, makasih udah mampir..
Feb, gimana mengukur otentikasi self true seseorang? Apakah ada metode mengukurnya dgn hasil dia otentik apa enggak?
kalo gw pribadi pake “rasa”, bal..
contoh hubungan yg ga manipulatif: kalo abis nolongin org yg minta ditolong, jd berasa hepi..
tapi kalo abis nolongin org yg minta ditolong jadi berasa, kok gw jadi ngga hepi, itu bisa jd indikator sih udah ada di hub yg manipulatif..
perasaan ngga hepi biasanya sinyal dari “rasa”, kalo org yg minta tolong cm perduli dirinya tapi ngga perduli nasib org yg nolongin..
btw, makasih udah mampir..
sekarang emang hubungan itu ada yang manipulatif,
toxic apalagi
kudu lebih hati2 aja menjalani suatu hubungan
setuju!
btw, thanks udah mampir..
ini kejadian di dekat circle saya, denger ceritanya ngeri banget dah, pasangannya itu ringan tangan, saya yang denger cerita pertama mikir, wah ngeri ini kalau pasangan udah ringan tangan
berat juga ya, masalahnya..
lebih baik back off aja kalo di situasi kayak gitu..hehe..
btw, makasih udah mampir di blog ini..
iya
cuman bisa ngedoain aja biar enggak sampai hal buruk terjadi
tiap hubungan itu ada plus minusnya
dengan permasalahan sendiri
dan solusi sendiri
semoga aja kita bisa menjaga hubungan itu sampai akhir hayat
setuju 🙂