Mau tahu rahasia latar belakang lahirnya masakan Indonesia dari mulai politik yang berdarah hingga filosofi tingkat tinggi? Yuk kesini aja..
Setiap kali gue dateng ke destinasi wisata yang baru, pasti salah satu hal yang pengen gue lakuin adalah nyobain makanan khas dari daerah setempat itu. Ngga mesti harus ada sesi khusus buat wisata kulineran sih, tapi biasanya yang jadi kebiasaan gue tuh ngincer jajanan atau camilan khas dari daerah setempat yang biasanya gue cemilin sambil jalan atau muterin destinasi yang gue tuju.
Di saat pandemi kayak gini, dimana gue agak sedikit khawatir kalo harus pergi kemana – mana dan ada banyak waktu luang buat baca entah itu buku atau surfing di internet, akhirnya tiba – tiba suatu ketika gue ngerasa penasaran sama masakan Indonesia. Kira – kira dibalik masakan – masakan itu misalnya ada makna tertentu apa ya? *Penasaran mode on..hehe.
Setelah riset kecil – kecilan dengan baca – baca beberapa sumber, gue justru mendapatkan lebih dari apa yang gue cari. Ternyata di balik masakan – masakan tersebut bukan cuma ada filosofinya, tapi ada faktor sosial, geografi, ekonomi, politik, dan agama yang melatar belakangi lahirnya masakan – masakan tersebut (gastronomi masakan Indonesia). Dimana hal ini menurut gue pribadi adalah suatu hal yang menarik buat di-posting.
Jadi di posting-an kali ini gue mau tulis soal gastronomi masakan Indonesia, tapi sebelumnya gue minta maaf kalo ngga semua provinsi atau daerah di Indonesia bakal gue tulis alias cuma tujuh (7) provinsi yang gue bahas. Yuk, langsung aja kalo gitu.
Kuliner di Maluku
Bahasan pertama tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Maluku. Meskipun terkenal sebagai daerah penghasil rempah – rempah, yang bahkan oleh orang Portugis pada masa lampau disebut sebagai ilhas de cravo (pulau cengkeh atau pulau rempah), ternyata untuk masakan sehari – hari mereka tidak royal dengan rempah. Untuk masakan sehari – hari, mereka lebih mengandalkan kepada kesegaran lauk pauk (ikan). Hanya ada beberapa masakan yang kaya akan rempah yaitu ikan masak kayu kering dan ayam paniki.
Ikan masak kayu kering dan ayam paniki ini biasanya dijadikan salah satu hidangan saat ada perayaan peristiwa penting (misalnya selamatan atas terpilihnya tetua adat) dan saat ada acara makan bersama dengan keluarga besar di hari Jumat. Berbicara tentang budaya makan bersama dengan keluarga besar, pada masa kini budaya tersebut lambat laun memudar dikarenakan kesibukan masing – masing anggota keluarga sehingga untuk sehari – hari mereka biasanya hanya menyantap masakan yang tidak berempah.
Lalu rempah – rempah banyak digunakan untuk apa oleh orang Maluku? Ternyata orang Maluku pada masa lampau (yang kebiasaan ini masih terbawa hingga kini) lebih tertarik menggunakan rempah – rempah sebagai bahan obat (minyak oles) dan untuk menunjang kegiatan spiritual. Akan tetapi buat wisatawan yang ingin merasakan masakan Maluku yang berempah sebagai makanan sehari – hari pada saat berada disana, beberapa tempat penginapan bisa menyediakan hal tersebut jika memang diminta oleh para wisatawan.
Untuk menyambung hidup, tentu setiap orang pasti punya mata pencaharian. Salah satu mata pencaharian orang Maluku pada zaman dahulu adalah sebagai nelayan. Para nelayan biasanya harus melaut dalam jangka waktu yang lama. Untuk itu mereka beradaptasi dengan menciptakan masakan yang memiliki daya tahan yang lama agar dapat dibawa sebagai bekal saat melaut. Masakan tersebut yaitu ikan masak kayu kering dan enbal.
Ikan masak kayu kering yaitu ikan yang dimasak sampai kering, kemudian dijemur sehingga seperti kayu dan jika ingin dimakan bisa tinggal dipanaskan saja. Sedangkan enbal adalah tepung dari singkong yang diolah sedemikian rupa sehingga menjadi padat dengan rasa yang tawar atau terkadang sedikit kecut. Untuk enbal, hingga kini masakan ini masih sering dibawa oleh jamaah haji Indonesia asal Maluku saat ke tanah suci karena disebabkan oleh faktor daya tahan yang dimiliki oleh enbal dan untuk mengatasi rasa kangen terhadap masakan tanah air.
Kuliner di Sulawesi Utara
Bahasan kedua tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Sulawesi Utara. Buat sebagian besar orang yang mendengar tentang kuliner di Sulawesi Utara, pasti yang pertama terlintas di pikiran adalah pedasnya masakan dari daerah ini, kue – kuenya yang lezat seperti kue dari Eropa, dan wisata kulinernya yang sarat dengan suguhan kuliner yang ekstrim.
Iya, ternyata kabar tadi memang betul karena disebabkan wilayah Sulawesi Utara yang dekat dengan daerah penghasil rempah – rempah dan juga bisa dikatakan termasuk berada pada jalur pelayaran perdagangan rempah – rempah dunia sehingga membuat wilayah ini pada masa lampau menjadi rebutan bangsa asing untuk dijadikan tanah jajahan. Saat bangsa asing masuk dan menetap, hal ini menyebabkan lambat laun memengaruhi cita rasa kuliner di wilayah ini.
Kita bahas satu per satu dari lezatnya rasa pedas masakan dari daerah ini ya. Rasa pedas ini dikarenakan pada setiap masakan diberikan cabai. Cabai terkenal sebagai ‘bumbu pemersatu’ atau ‘benang merah’ karena apapun jenis hidangannya, cabai tidak boleh absen. Ternyata dibalik cabai yang merupakan ‘bumbu pemersatu’ ini, ada sejarah yang cukup unik.
Cabai ternyata bukan tanaman asli dari daerah ini. Cabai masuk dibawa oleh datangnya bangsa Portugis di wilayah ini. Portugis masuk ke wilayah ini dengan dua (2) tujuan yaitu untuk mengamankan wilayah bisnis dan untuk menyebarkan agama. Pada saat itu Portugis merasa harus menguasai Sulawesi Utara dikarenakan Portugis telah mendengar kabar bahwa Kesultanan Ternate bermaksud menguasai Sulawesi Utara sekaligus menyebarkan agama Islam disana. Pihak Portugis yang memprediksi ruang geraknya (jalur perdagangan rempah) makin terbatasi jika hal ini sampai menjadi kenyataan, maka segera dengan kekuatan armadanya tersebut menuju Sulawesi Utara. Portugis pun berhasil sampai lebih dahulu di Sulawesi Utara. Sedangkan pihak Ternate kemudian mengurungkan niatnya untuk menguasai Sulawesi Utara setelah mengetahui bahwa Portugis telah sampai lebih dulu disana. Singkatnya, Portugis berhasil menguasai daerah tersebut dan menyebarkan agama Katholik.
Selain terkenal dengan masakan super pedas yang lezat, pasti sepakat kalau kue dari daerah ini misalnya seperti klappertart adalah kue yang lezat. Iya, ternyata kue klappertart ini dipengaruhi oleh kuliner asal Belanda. Adanya percampuran budaya kuliner antara Belanda dan lokal menghasilkan beberapa kue ‘blasteran’ seperti klappertart, kue kenari, dan kokole. Adapun akulturasi kuliner ini bisa terjadi dikarenakan Belanda juga pernah datang ke wilayah ini untuk menjadikan Sulawesi Utara sebagai tanah jajahannya sekaligus menyebarkan agama Kristen.
Fakta unik terkait dunia kuliner di daerah ini adalah keberadaan Pasar Tomohon yang seringkali diincar sebagai destinasi wisata kuliner. Bagi sebagian besar wisatawan, tempat ini (khususnya di bagian grosir daging) menyajikan wisata kuliner yang menantang. Di sini banyak dijual hewan – hewan khas daerah setempat seperti tikus hutan, ular piton, anjing, kelelawar, dan hewan – hewan lainnya dalam keadaan yang bervariasi dari masih segar (hidup) atau sudah dipotong (mati).
Di Pasar Tomohon ini, pembeli bisa memilih mana yang mereka suka. Jika memilih yang masih segar (hidup), bisa sekalian melihat proses pemotongan atau penyembelihan hewan – hewan tersebut. Bagi wisatawan yang takut melihat hal ini, tentunya penduduk lokal bisa memaklumi dan menanggapi santai hal ini. Bagi mereka ada pepatah yang cocok terkait hal ini yaitu semua yang merayap bisa dimakan kecuali kereta api dan semua yang terbang bisa dimakan kecuali pesawat terbang. Akan tetapi bagi wisatawan yang gemar berpetualang untuk mencari pengalaman baru yang unik tentunya tontonan ini benar – benar menarik ya. Meskipun gue belum pernah kesana, menurut gue pribadi melihat proses pemotongan dari awal pasti menarik..hehe.
Kuliner di Surakarta
Bahasan ketiga tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Surakarta. Membahas tentang kuliner di Surakarta, gue pribadi membaginya jadi dua periode yaitu kuliner Surakarta di masa sebelum masuknya Belanda dan kuliner Surakarta setelah penjajahan Belanda yang ditandai dengan terjadinya akulturasi kuliner antara kuliner Belanda dengan kuliner Surakarta.
Periode sebelum masuknya Belanda, gue pribadi melihat kuliner di Surakarta sarat dengan nuansa tradisi lokal yang sangat filosofis. Salah satunya yaitu nasi tumpeng, dimana nasi ini biasanya dihidangkan pada perayaan – perayaan spesial seperti perayaan tahunan kepada Dewa Brahma atau disajikan saat Raja dan Ratu melakukan kunjungan ke daerah – daerah kekuasaanya. Bentuk nasi tumpeng yang menyerupai kerucut memiliki makna melambangkan sifat alam dan manusia yaitu berawal dari Tuhan dan akan kembali kepada Tuhan. Hingga saat ini, tradisi tumpengan masih dipakai dikarenakan filsofinya yang bisa diaplikasikan oleh masyarakat Surakarta yang menganut agama apapun.
Pada periode sebelum masuknya Belanda, di daerah ini terutama di Keraton seringkali diadakan pembagian makanan pada saat upacara wetonan (peringatan hari pasar dari kelahiran seseorang), jumenengan (peringatan kenaikan takhta), dan satu sura. Seperti kita ketahui bersama, di kebudayaan ini banyak peristiwa – peristiwa yang dipandang spesial sehingga perlu dilakukan doa bersama memohon pertolongan kepada Yang Maha Kuasa. Adapun budaya ini meskipun berasal dari masa lampau, hingga kini masih tetap dilestarikan.
Masakan di Surakarta tidak banyak memakai rempah – rempah jika dibandingkan dengan masakan dari daerah Sumatera, hal ini menurut pakar kuliner William Wongso yaitu kemungkinan disebabkan karena lokasinya yang berada di pesisir selatan yang tidak dilalui oleh jalur perdagangan rempah – rempah dunia. Berbeda dengan daerah – daerah Jawa lainnya yang berada di pesisir utara, yang mana masakannya lebih kaya akan rempah karena dilalui oleh jalur perdagangan rempah – rempah dunia.
Periode ketika dimulainya penjajahan Belanda, mulai banyak bermunculan ragam kuliner yang merupakan hasil akulturasi antara budaya lokal dengan Belanda. Ragam kuliner tersebut yaitu huzarensla (salad sayur, buah, dan telur), kue songgobuwono (kue sus), sosis jawa (daging giling yang dibungkus telur dadar), selat solo (mirip steak dari Eropa), bebek suwar suwir (daging bebek yang dihidangkan dengan saus kedondong), dan serces (ragam sayuran yang dimasak dengan susu dan lada).
Budaya akulturasi kuliner tersebut bermula dari kalangan Keraton karena kalangan Keraton banyak menjamu tamu dari Eropa serta banyak pula dari kalangan Keraton yang melanjutkan pendidikan ke Eropa sehingga ketika pulang ke tanah air juga membawa kebiasaan kuliner tersebut dengan tentunya memodifikasinya menjadi lebih manis. Akulturasi ini menjadikan Surakarta sebagai daerah yang unik karena meskipun Belanda menduduki hampir seluruh wilayah Indonesia, namun Surakarta-lah satu – satunya daerah di Indonesia yang akulturasi kulinernya dengan Belanda paling kental dibandingkan dengan daerah – daerah lainnya.
Satu hal lagi yang tidak terlepas dari citra kuliner Surakarta adalah dominasi rasa manis pada setiap masakannya. Gue sendiri pada awalnya penasaran kenapa di daerah ini masyarakatnya terkenal suka masakan yang manis – manis dimana berbanding terbalik dengan daerah yang sebelumnya yaitu di Sulawesi Utara. Hal ini menurut Hedi Hinzler seorang peneliti kebudayaan Jawa Kuno yang pernah mengajar di Universitas Leiden (Belanda), memaparkan bahwa ada kemungkinan masyarakat Surakarta (Jawa) menyukai manis – manis meskipun pada teks – teks Jawa kuno ada ajaran Hindu tentang enam (6) rasa atau sad rasa disebabkan pada saat penjajahan Belanda terdapat sistem tanam paksa yang berakibat banyaknya suplai gula. Tujuh puluh persen (70%) sawah ditanami tebu sehingga rakyat kekurangan stok beras atau karbohidrat yang kemudian mereka menggantinya dengan air perasan tebu untuk kebutuhan dapur mereka. Hal inilah yang berkemungkinan lambat laun menyebabkan mereka menyukai rasa manis bahkan hingga rasa ini mendominasi cita rasa kuliner mereka.
Sebagai sedikit tambahan info, buat yang penasaran ajaran enam rasa atau sad rasa itu apa, masih menurut Hinzler, sad rasa adalah ajaran Hindu tentang rasa yakni hidangan akan nikmat jika memiliki enam (6) rasa yaitu rasa manis, pedas, asam, asin, pahit, dan sepat secara proporsional. Ajaran ini temukan Hinzler ada pada teks – teks Jawa kuno.
Sedangkan Bani Sudardi, guru besar ilmu budaya di Universitas Sebelas Maret (Surakarta), memiliki pendapat yang berbeda, yakni alasan masyarakat Jawa (termasuk Surakarta) menyukai makanan yang manis karena rasa manis menurut filosofi Jawa merupakan simbol dari kenikmatan.
Kuliner di Sumatra Utara
Bahasan keempat tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Sumatra Utara. Memulai pembahasan tentang budaya kuliner di Sumatera Utara, pasti pada umumnya terlintas di benak orang banyak adalah cita rasa masakannya yang pedas dan kegemaran berpesta (pesta untuk menyambut peristiwa – peristiwa istimewa di dalam kehidupan dan pesta sebagai perayaan persaudaraan). Jika iya, maka tentunya budaya gemar berpesta yang mereka miliki inilah yang menjadi cikal bakal lahirnya beragam jenis hidangan tradisional di Sumatera Utara.
Salah satu jenis masakan yang dimiliki oleh penduduk di Sumatera Utara adalah arsik ikan mas. Arsik ikan mas adalah ikan yang direbus dengan beragam rempah hingga airnya mengering. Arsik ikan mas ini merupakan simbol kesejahteraan dan persaudaraan sehingga masakan ini kerap kali hadir pada acara – acara sosial.
Selain arsik ikan mas, tentu ada banyak jenis masakan dari Sumatera Utara. Diantara arsik ikan mas dan jenis hidangan lainnya terdapat bumbu yang merupakan ‘pemersatu’ bagi masakan dari daerah ini. Benang merah tersebut ada pada andaliman. Andaliman seringkali disebut sebagai merica batak atau rempah tuba. Cita rasa andaliman adalah pedas sekaligus bermenthol.
Jika di Sulawesi Utara terdapat cabai, maka di Sumatera Utara posisi ini ada pada andaliman. Namun mengenai asal usulnya, andaliman berbeda dengan cabai. Jika asal usul cabai jelas, maka hingga kini tidak ada bukti tertulis yang bisa memastikan asal muasal andalaiman tersebut apakah asli berasal dari Sumatera Utara ataukah dibawa bangsa asing yang datang saat melakukan perdagangan dengan penduduk lokal.
Pakar kuliner yaitu William Wongso berpendapat bahwa andaliman merupakan tumbuhan yang sama dengan lada Sichuan (Sichuan pepper) yang berada di Cina karena bentuk keduanya yang sama. Masih menurut Wongso, jika ada sedikit perbedaan diantara keduanya hal itu boleh jadi disebabkan karena tempat menanamnya (tanah dan udaranya) dan cara memanennya yang berbeda. Sementara praktisi kuliner lainnya seperti Indra Halim berpendapat bahwa lada Sichuan berbeda dengan andaliman karena rasa pedas antara andaliman dan lada Sichuan yang berbeda.
Kuliner di Kalimantan Utara
Bahasan kelima tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Kalimantan Utara. Setelah mencari tahu lewat beberapa literatur tentang ragam kuliner di Pulau Borneo bagian utara ini, gue menemukan beberapa kemiripan dengan daerah di Indonesia lainnya. Kemiripan pertama yaitu di Kalimantan Utara ini terdapat bumbu yang merupakan ‘bumbu pemersatu’ diantara sekian banyak jenis masakan yang dimiliki suku Dayak. Bumbu ini adalah daun bekai (bisa disebut juga sebagai daun mekai atau daun apa’ oleh suku Dayak Lundaye dan Dayak Abai). Daun bekai ini berfungsi sebagai penyedap rasa layaknya vetsin tapi daun bekai adalah versi yang alami. Kalo dipikir – pikir, mirip seperti daerah Sulawesi Utara yang punya cabai dan Sumatera Utara yang punya andaliman sebagai ‘bumbu pemersatu’ ya.
Kemiripan kedua yaitu mereka juga mengenal teknik memasak agar makanan menjadi tahan lama. Teknik yang mereka pakai tepatnya adalah teknik fermentasi. Masakan hasil fermentasi tersebut disebut dengan teluk atau telu’. Teluk atau telu’ bisa diisi dengan ikan, babi hutan, atau lauk lainnya yang diinginkan.
Masyarakat suku Dayak menggunakan teknik ini dikarenakan mereka harus beradaptasi dengan keadaan alam di sekitar mereka. Saat mereka berburu di tengah hutan ataupun berladang di tengah hutan, mereka harus membawa bekal makanan yang tahan lama karena mereka bisa pergi selama berminggu – minggu ataupun berbulan – bulan dari rumah. Begitupun sebaliknya, saat mereka akan kembali dari tengah hutan ke rumah, mereka harus membawa hasil buruan yang tetap awet hingga sampai di rumah. Kebiasaan mereka untuk membuat makanan tahan lama tersebut sama seperti masyarakat di daerah Maluku dan Sumatra Barat.
Kuliner di Aceh
Bahasan keenam tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Aceh. Aceh terkenal dengan ragam kulinernya yang royal akan rempah – rempah atau bumbu (satu masakan saja bisa terdiri dari 27 rempah atau bumbu) dan beragam masakan tradisional hasil akulturasi dengan budaya India, Arab, dan Cina. Hal ini bisa terjadi karena letak Aceh yang strategis. Apalagi ketika pada tahun 1511 Malaka dikuasai oleh Portugis, terutama para pedagang dari Gujarat (India) dan Arab enggan berlabuh ke Malaka sehingga memilih Pelabuhan Muara Krueng milik Kesultanan Aceh Darussalam sebagai tempat berlabuh. Pada masa itu Aceh sudah menjadi pelabuhan penyambung menuju Maluku.
Kemudian para pedagang tersebut selain berlabuh juga memperdagangkan rempah – rempah kepada masyarakat Aceh. Periode berlabuh yang biasanya cukup lama tersebut membuat para pedagang biasanya rindu dengan masakan daerah asli mereka, sehingga mereka membawa tradisi kuliner mereka ke bumi Aceh. Kedua faktor inilah yang pada akhirnya memberikan pengaruh terhadap kuliner Aceh saat ini, yaitu kuliner di Aceh royal akan rempah – rempah dan merupakan akulturasi dari berbagai kuliner dari India, Arab, dan Cina. Hal ini bisa dilihat pada masakan seperti kari kambing khas Aceh, nasi biryani khas Aceh, dan gulai ikan tongkol khas Aceh (dipengaruhi budaya kuliner India), roti canai khas Aceh (dipengaruhi budaya kuliner Arab), dan Mie Aceh (dipengaruhi budaya kuliner Cina).
Kuliner di Sumatra Barat
Bahasan ketujuh tentang gastronomi masakan Indonesia yaitu dari daerah Sumatera Barat. Khazanah kuliner di Sumatera Barat menurut Gusti Asnan yang merupakan guru besar sejarah dari Universitas Andalas (Sumatera Barat), banyak dipengaruhi oleh budaya India karena sekitar abad 13 dan abad 14, banyak pedagang India yang telah datang ke Sumatra Barat. Saat ini kuliner di Sumatra Barat didominasi oleh santan, sama halnya seperti di dalam budaya kuliner India yang didominasi oleh santan.
Salah satu masakan di daerah ini yang menggunakan santan dan juga rempah – rempah adalah rendang. Rendang terdiri dari beberapa jenis yaitu rendang kering (berwarna coklat kehitaman), rendang basah atau kalio (berwarna coklat terang), dan rendang runtiah (berisi daging yang telah disuwir – suwir).
Keunikan rendang adalah masakan ini tahan lama sehingga pada masa lampau seringkali dijadikan bekal untuk anggota keluarga yang akan pergi merantau. Tradisi merantau ini sendiri merupakan tradisi yang sangat melekat pada adat Minangkabau, sehingga anak muda Minangkabau telah didik dari kecil untuk merantau baik untuk tujuan menuntut ilmu ataupun meraih kemakmuran ekonomi. Selain asal usulnya yang sangat lekat dengan pandangan filosofi Adat Minangkabau, rendang juga terkenal akan kelezatannya. Hal ini bisa dilihat yaitu pada tahun 2021 mendapatkan peringkat ke 11 sebagai makanan internasional terlezat dari 50 makanan versi media CNN (The Cable News Network).
Sebagai penutup, Wongso menyatakan bahwa tidak ada satu pun bahan makanan di Indonesia yang bisa dijadikan simbol (‘bahan pemersatu’ atau ‘benang merah’) untuk seluruh ragam masakan Indonesia dikarenakan antara daerah yang satu dengan yang lainnya ada perbedaan yang cukup jauh. Kalo menurut gue pribadi, mungkin cabai kali ya yang bisa jadi simbol karena hampir semua orang Indonesia suka cabai, cuma dalam proporsi yang beda – beda. Hmm, tapi apa cuma gue aja ya, yang makan apa aja harus ada pedes – pedesnya..hehe. Oia, buat yang masih ngerasa belum puas pas baca tulisan gue ini, silahkan bisa baca buku – buku dan artikel – artikel yang jadi sumber acuan atau referensi gue pas bikin postingan tentang gastronomi masakan Indonesia ini ya 🙂
Kalo menurut lo, bahan makanan apa yang cocok buat jadi simbol pemersatu dari ragam masakan yang dimiliki sama Indonesia?
Sumber Pustaka
Erwin, Lilly T. (2013). Aroma Rasa Kuliner Indonesia: Aneka Olahan Rendang. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Gardjito, Murdijati dan Lilly T Erwin. (2010). Serba Serbi Tumpeng: Tumpeng Dalam Kehidupan Masyarakat Jawa. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Gardjito, Murdijati. Rhaesfaty Galih Putri., Swastika Dewi. (2018). Profil Struktur, Bumbu, Dan Bahan Dalam Kuliner Indonesia. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Salleh, Abdul Razak. Harry Ramza., dan Mohammad Alinor Abdul Kadir. (2015). Diaspora Adat dan Kekerabatan Alam Minangkabau: Sebuah Kepelbagaian Kajian Pemikiran. Jakarta: Penerbit Kemala Indonesia.
Tim Buku Tempo. (2014). Antropologi Kuliner Nusantara. Jakarta: Kepustakaan Populer Gramedia dan Majalah Tempo.
Tim Dapur Esensi. (2016). Hidangan Lezat Manado. Jakarta: Erlangga.
Sumber Pustaka Digital
CNN Travel Staff. (2021). The World’s 50 Best Foods. Diakses pada 5 Agustus 2021, dari https://www.cnn.com/travel/article/world-best-food-dishes/index.html
Kitchen of Indonesia Staff. (2019). Ikan Masak Kering Kayu, Hidangan Khas Ternate Yang Kaya Rempah Dan Lezat. Diakses pada tanggal 6 Agustus 2021, dari https://www.kitchenofindonesia.com/ikan-masak-kering-kayu-hidangan-khas-ternate-yang-kaya-rempah-dan-lezat/
Lestari, Mustiana. (2019). Nih Makanan Kebangsaan Orang Kei, Si Enbal Beracun. Diakses pada 6 Agustus 2021, dari https://food.detik.com/berita-boga/d-4765225/nih-makanan-kebangsaan-orang-kei-si-enbal-beracun
Sobry, Al. (2020). Filosofi Makanan di Jawa Banyak yang Manis, Ini Penjelasannya!. Diakses pada 8 Agustus 2021, dari https://hai.grid.id/read/072426925/filosofi-makanan-di-jawa-banyak-yang-manis-ini-penjelasannya?page=all
Sudarwan, Ilman A. (2019). Sejarah Awal Masuknya Rica Pedas di Tanah Minahasa. Diakses pada 5 Agustus 2021, dari https://m.bisnis.com/amp/read/20190629/539/939156/sejarah-awal-masuknya-rica-pedas-di-tanah-minahasa
Tiarasari, Rizkianingtyas. (2019). 8 Makanan Khas Indonesia yang Jadi Bekal Saat Haji, Rendang hingga Sambal Teri jadi Obat Rindu. Diakses pada 5 Agustus 2021, dari https://palu.tribunnews.com/2019/07/09/8-makanan-khas-indonesia-yang-jadi-bekal-saat-haji-rendang-hingga-sambal-teri-jadi-obat-rindu?page=all
Wijaya, Yana Gabriella. (2020). 10 Kuliner Khas Aceh, dari Mi Aceh sampai Sie Kameng. Diakses pada 6 Agustus 2021, dari https://www.kompas.com/food/read/2020/07/19/161600775/10-kuliner-khas-aceh-dari-mi-aceh-sampai-sie-kameng?page=all
Setuju, gada makanan yang jadi simbol pemersatu bangsa, emang tiap makanan punya karakternya masing-masing. Begitu juga dengan daerahnya. Kalau ada yaa bumbu dapur yang jadi pemersatu tiap makanan 😀
Aku thu seneng kalau mendengarkan cerita tentang filosofis sebuah makanan. Mulai dari asal usulnya, hingga bahan yang digunakan.
Iya, bumbu ya yang jadi pemersatu..hehe..
Makasih udah mampir, vai 🙂
Kalau sudah bahas Makanan entah mengapa bawaannya tiba tiba jadi lapar ya, Post yang sangat menarik Mba Febi, ada sedikit typo pada judul tulisan Kuliner Sumatera Utara, yang bahas Ikan Arsik, judul nya malah Kuliner Sumatera Barat.
Iya, sama gue juga laper pas baca buku & artikelnya..
Apalagi pas di bagian foto – fotonya..hehe..
Makasih udah mampir n kasih masukan soal yang bagian typo..
Feb, seru banget baca artikel lu yang ini. Seneng banget aja baca sesuatu yang nambah ilmu tentang kuliner dan gastronominya. Nice post!
Sama2 ya Daus, thanks juga..
Kalo mau lebih detail, silahkan bisa baca buku n artikel yang gue rekomendasiin ya 😀
Makasih udah mampir..
Pepatah orang2 di pasar Tomohan lucu ya. Semua yang merayap kecuali kereta api dan semua yang terbang kecuali pesawat semua bisa dimakan hahaha. Duh! Yah itulah keberanekaragaman negara kita yah.
Aku bacanya tuh sambil laper kak terutama pas makanan di daerah2 yang pedes2. Krn aku suka pedes kurang suka manisss
Iya, pepatahnya lucu dan jadi bikin penasaran sama budaya lain yang beda ya..hehe.
Makasih udah mampir 🙂
Woww….seru banget bahas kuliner Indonesia berasa lagi traveling juga. Salah satu hal yang aku syukuri lahir di Indonesia makanannya beragam banget, mulai dari yang manis, pedas, asam, asin semuanya ada. Ternyata dibalik itu semua ada filosofisnya ya. Memang kayaknya susah untuk cari benang merah diantara kuliner indonesia, tapi kalau boleh aku pilih cabe deh sebagai pemersatu. Hahaha soalnya aku tim yang kalau makan kudu ada cabenya. Hehehe. Nice info sis..
Haha.. Iya bisa dibilang bumbu yang bisa jadi bahan pemersatu..
Makasih udah mampir..
Menarik kak pembahasannya. aku jadi keinget makanan yg melambangkan kurang sejahtera nya orang zaman dulu. seperti tengkleng dari Solo yg terbuat dari tulang kambing. kepala, kaki, dan tulang saja yang tersisa untuk pekerja dan tukang masak. untuk daging kambing hanya para bangsawan dan orang-orang Belanda saja yang bisa menikmatinya. Tapi mereka bisa menyulapnya jadi makanan terfavorit ku sampe hari ini. justru dengan kekayaan cerita di Indonesia itu ntah dari budaya, politik hingga kondisi ekonomi nya sehingga berdampak pada terciptanya pula kekayaan makanan Indonesia. Baca tulisan ini tentunya bikin pembaca makin mencintai negaranya. terimakasih sharingnya ka feb
Makasih komennya Ta..
Komennya jadi nambah wawasan baru buat gue 🙂
Makasih juga udah mampir ya..
Wah mba, ini tulisannya menarik banget. Sebagai perwakilan Sulawesi, saya sendiri masi bergulat untuk paham cara masak makanan khas sana yg bumbunya beraneka ragam & dengan cara yang unik. Ditambah, saya lagi mau belajar soal gastronomy juga nih. Baca tulisan ini jadi makin semangat explore latar belakang kuliner nusantara. Rasanya sebagai penerus budaya, kita punya tanggung jawab kan buat ngelanjutinnya.
Iya, bener apalagi kalo ada kenalan orang non Indonesia yang penasaran sama budaya Indonesia dan suka tanya2, pengetahuan ini berguna banget..hehe.
Mudah2an referensi buku & artikel yang ada di postingan gue kali ini, bisa membantu ya..
Makasih juga udah mampir..
penasaran sama di daerah Sulawesi Utara, pengen mampir langsung untuk mencicipi 😀
Iya, terkenal banget Pasar Tomohon bahkan sampe ke luar negeri, terutama sama orang2 di dunia kuliner & orang2 di dunia fotografi..
Makasih udah mampir..
Ternyata tiap provinsi punya bumbu pemersatu masing-masing ya. Penasaran sama kuliner Surakarta yang terpengaruh Belanda nih. Berapa kali ke sana malah belum pernah coba.
Gastronomi ini menarik banget sih. Lewat gastronomi, jadi tau asal-usul kuliner suatu daerah dan hal-hal yang mempengaruhinya. Nice info!
Iya, sama gue juga baru tahu dan kalo ada kesempatan kesana mau juga cobain 🙂
Thanks udah mampir..
semacam enbal di Maluku itu ada juga di Aceh… orang tua saya bilangnya “ikan kayu” atau “keumamah” karena memang dijemur sampai keras seperti kayu… Ikan yang digunakan itu ikan tongkol. Nanti pengolahannya di serut tipis2 supaya pas dimakan gak keras2 amat.
Oh, ada juga ya..
Mungkin juga karena perdagangan rempah2 ya, jadi ada budaya luar yang masuk ke Aceh..
Makasih udah kasih info baru dan mampir disini..
Seru banget ih tulisannya kak..suka! So creative as well kak..kerennn
Ditulis dengan begitu detail dan jelas, nyaris super lengkap dan sempurna sekali juga.
Baca tulisan kakak berasa jadi banyak pengetahuan dan lagi-lagi diingatkan bahwa keragaman negara kita Indonesia itu sungguh luar biasa, bahkan dari kulinernya aja bisa dikulik dengan begitu dalam dan luas.
Aku sempat terlintas, hanya masukan saja..sepertinya juga seru deh kak kalau tulisan2 kakak juga bisa dibukukan, soalnya bermanfaat, ada mengandung sejarah juga yang bisa dipelajari dan diketahui dari peninggalan Belanda.
Dan, menjawab pertanyaan kakak..kalau menurut aku pribadi yang merupakan pemersatu itu adalah cabai.
Terimakasih banyak untuk tulisan yang seru dan bermanfaatnya ya kak😃
Sebagai pecinta makanan gue suka banget sama postingan ini heheeh. Langsung searching makanan yg gue belum tahu untuk lihat bentuknya kayak apa.
Jadi inget film Aruna dan lidahnya karena di sana juga dibahas beberapa cerita soal makanan yg lagi dibahas
Iya, gue ngga kasih gambar, karena takutnya jadi terlalu “rame” gitu..
Dan gue juga berusaha nerangin masakannya secara singkat aja, lebih banyak penjelasannya ke gastronominya..
Belom nonton film Aruna dan lidahnya tapi liat resensi filmnya di internet sih bagus..
Makasih udah mampir dan kasih insight baru..
Makasih buat komen positifnya, jadi semangat buat nulis hal2 lain kedepannya..
Haha, iya bumbu yang bisa jadi bahan pemersatu kuliner Indoensia, tapi sayangnya kayaknya bukan cabai sih tapi mungkin garam yah karena ada beberapa tempat di Indonesia yang ga suka masakan pedes..
Btw, thanks udah mampir..
Komplit artikelnya kak. Baca dini hari jadi laper. Hehe
Cabai, cabe, lombok, cengek, chilli, sang pemersatu masaka indonesia, kalo menurutku.
Hehe.. iya, selalu bumbu yang pastinya jadi bahan pemersatu ya..
Setelah gue oikir-pikir kayaknya garam deh 🙂
Btw, thank udah mampir..
wahahhah seru-seru nih, bahas makanan nusantara tuh g akan ada habisnya dehhh. Btw juga selain soal gastronominyaa, kebetulan aku pernah kan ikutan pendataan budaya, makanan tradisional se nusantara dan ribuan makanan yg terdata, sampe dibikin riset dan pohon kekerabatannyaa parahhhh. Jenis-jenis sambal aja ada ratusaaan, gokil!
naaahhh, andaliman tuh bumbu yg wajib banget ya buat masak mie gomak, aku suka masak mie gomak haahahah
Wah, ternyata udah pernah ‘kuliah’ tentang gastronomi kuliner Indonesia duluan ya..hehe..
Otewe coba mie gomak kalo gitu, kayaknya enak..
Btw, thanks udah mampir..
Kalo menurut hemat saya, makanan pemersatu bangsa itu kini ada tiga macam:
1. Nasi putih
2. Cabe/sambel
3. Mie instan
Hehehe
Iya, bumbu yang bisa jadi bahan pemersatu, tapi kayaknya garem deh 🙂
Thanks udah mampir..
Kalo menurut gue, satu satunya bahan pemersatu masakan adalah garam hahahaha
Nyenggol Tomohon, gue tuh penasaran pengen liat langsung, tapi baru liat videonya aja udah mual aqutuuu
Tulisannya seruuu bebb, jadi keidean bikin menu seminggu ke depan…menu nusantara 😍
Yes, setuju garem ya..
Iya, makanya karena unik sampe terkenal ke luar negeri..hehe.
Jadi hari ini buat menu apa?
Btw, thanks udah mampir..
Gue setuju banget sih, makanan Surakarta identik manis. Buat gue yg sudah cocok dengan lidah pedas, kadang suka nggak habis hahaha. Makasih infonya, seru juga bacanya
Hehe, iya selera emang kadang suka ngga bisa dipaksain ya..
Thanks udah mampir..
Waahhh sama banget, aku juga suka mencicipi makanan khas dari suatu daerah yang aku kunjungi. Walau ga ngga sedetail nih sih u tuk mengetahui asal muasalnya bebebe
Iya, soalnya penasaran kan kapan lagi bisa ketemu kuliner itu..hehe.
Thanks udah mampir..
Aku setuju sih kalau cabai jadi bahan pemersatu Indonesia, secara orang Indonesia hampir semua suka cabai kan walaupun porsinya beda²
Iya, tapi kayaknya garem deh Tin..hehe.
Btw, thanks udah mampir..
Jadi kangen kue kenari. 😍 eh wait, roti kenari sama kue kenari khas Sulawesi ini sama atau beda bentuk yah kak..?
Gue ngga tahu pasti, Clara..
Tadi sempet googling, kalo roti kenari dari Sulawesi Selatan..
Dari short googling tadi, bisa diambil hipotesis kalo antara kue kenari sama roti kenari itu beda..
Makasih buat insight-nya dan udah mampir disini..
Lengkap banget tulisannya. Keren.
Coba sekalian kak, kasih tau cara makannya, kayak misal Wong Kito Galo kalau makan pempek itu biasanya direbus doang dan kudu diirup cukonya. Kadang yang bukan dari sana agak aneh pas tau haha.
Kalau makanan pemersatu bangsa mah Indomie kak, haha. Tapi yaa Indomie di Luar Jawa pun ternyata berbeda isi bumbunya.
Disimpen dulu ya, buat jadi bahan masukan..
Indomie emang semua suka, apalagi yang nemuin bumbu racikannya ya orang Indonesia juga ya..hehe.
Makasih udah mampir dan kasih masukan..
Aku baru tahu kalau akulturasi kuliner Surakarta dengan Belanda paling kental di Indonesia. Seru juga ya Kak Febi menjelajahi gastronomi masakan Indonesia.
Iya, ternyata seru..
kenal sama makanan bukan cuma dari perspektif apakah masakan ini sesuai selera sama lidah kita apa ngga, tapi jauh dari itu paham sama filosofofi daerah setempat.
Thanks udah mampir..
Dear Kak Febi, menarik banget ya gastronomi sejarah masakan indonesia. Aseli? Agak sulit mungkin ya, karena setelah ditelusuri ternyata ada akulturasi kuliner dengan bangsa bangsa lain juga. Makanan pemersatu? ,****mie kayaknya dech kak. Ups
Hehe..iyaa, semua suka indomie karena berani bumbu, praktis, dan terjangkau apalagi sekarang udah pake rasa2 yang macem2 terinspirasi dari beraneka ragam jenis masakan di Indonesia..
Thanks udah mampir..
Indonesia emg kaya akan ragam makanannya dan aku pengen nyobain semua nya kak
Aamiin 🙂
thanks udah mampir..
Menari banget yah, memang setiap makanan di Indonesia tuh. Penuh akan nilai sejarah dan filosofinya masing2. Dan kadang gak jarang dihidangkan diacara-acara tertentu aja.
Semoga bisa cicipin semua ya 🙂
Thanks udah mampir..
Cabai jadi pemersatu belum tentu. Aku besar di Kediri yang ga terlalu pedas level cabenya, bahkan kadang cuma satu dua.Eh dapat suami asal Madiun yang besar di keluarga dengan cabe se ons kalau masak sambel kwkwkw..
Tapi so far memnag unik-unik ya masakan Indonesia. Di antara list ini di luar masakan Jawa Timuran aku paling familiar sama kuliner Sumatera Utara, karena pernah 5 tahun sekamar kos sama orang asli Balige dan pernah tinggal di Langkat selama 5 tahun. Memang mantap hidangan khas Sumatera Utara!!
Haha.. wah wah jadi pengen nyobain masakan Sumatra Utara yang mie gomak itu deh..
Iya, kayaknya garem yang bisa jadi ‘pemersatu’..
Btw, makasih udah mampir..
Memilih satu makanan pemersatu bangsa sih sulit ya kak. Apalagi kuliner indonesia beragam sekali rasanya. Sambel aja ada banyak bentuk dan rasa.
Iya, bener 🙂
Makasih udah mampir..
Aku jarang banget kalo jalan carinya makanan. Lidahnya ga gampang menyesuaikan makanan daerah lain. Tapi setuju sih kalo makanan daerah itu punya cita rasa sendiri.
Iya, cita rasanya unik2 bikin jadi penasaran..hehe.
Thanks udah mampir..
So proud to be Indonesian. Kekayaannya melimpah ruah, termasuk dalam hal kuliner.
Ternyata sejarah makanan di setiap daerah di Indonesia begitu unik.
Di tempat kelahiran saya saja -Sukabumi, salah satu ikon makanannya dalah mochi, padahal kalau melihat sejarahnya, mochi sendiri bukan asli Sukabumi
Kenapa bisa begitu?
Btw, thanks udah mampir..
waw, aku baru tahu ini semuaa haha *ketahuan banget waktu sejarah nggak nyimak 🤣
menarik juga ya
kalo ditanya makaann yang indonesia banget sih biasa lebih banyak yang jawab rendang yaa hehe
Iya, rendang yang paling terkenal 🙂
Btw, makasih udah mampir..
Mbaaaa keren banget sih tiba-tiba kepikiran untuk kepo tentang gastronomi makanan Indonesia gini 👏👏👏 Selama ini aku cuma kepo bentuk makanannya aja tapi gak pernah kepo lebih dalam lagi maknanya. Ilmu baru banget sih ini. Hal yang aku tau ini kalo beberapa makanan Indonesia itu emang terpengaruh dari budaya luar, udah cuma sebatas itu aja hehehe
Ternyata leluhur orang Indonesia itu apa – apa harus ada filsofonya ya termasuk makanan 🙂
Btw, makasih udah mampir..
rata-rata dari zaman belanda ya, cita rasa makanan di Indonesia, setiap daerah memiliki ciri khas tersendiri…
Iya, yang paling kentara ya Belanda, sedangkan yang lain kecil – kecil aja 🙂
Btw, thanks udah mampir..
Nasi padang gak ada duanya. Saya pecinta banget masakan kuliner sumatra. Selain karena saya orang sumatra, saya juga tinggal di jogja, jadi kangen sama masakan sumatra. ehehe.
Masakan Minang favorit seumur hidup 🙂
Btw, makasih udah mampir..
Sekaya itu potensi yang kita punya. Baru dari segi makanan ya kak apalagi kalau semua dikulik makin nambah rasa cinta tanah airnya
Iya, leluhurnya cerdas apa aja ada filosofinya 🙂
Btw, makasih udah mampir..
Sekarang masakan memang nggak cuma masalah resep. Tapi juga penggabungan ilmu kesehatan makanan dan budaya juga jadi keunikan dalam sebuah masakan. Bahkan saya pernah dengar bahwa untuk tamu undangan di acara negara kebanyakan mempelajari apa itu gastronomi. Suka sekali sama ulasan kak Febi.. 👍
Iya, bahkan sekarang juga penggabungan dengan ilmu seni dan kimia..
Ilmu seni biar gimana pas makanan disajiin jadi cantik dan ilmu kimia biar makanan atau kue ngga cuma lezat tapi juga bertekstur atau meleleh saat dipotong 🙂
Btw, makasih udah mau mampir..
masyaAllah mbak. Inspiratif banget. Iyaa ada-ada aja ide di judulnya. Barokallah mbak. Multifungsi banget pembahasan disini. Ada kesehatannya, budaya dan berbagai macam keunikannya
Alhamdulillah udah didoain..
Semoga juga dikasih Allah hal yang sama 🙂
Btw, makasih udah mau mampir..